Di
susun oleh
·
Gabriella Crista 2012135002
·
Okky Febrian 2014230001
·
Maylisa Putri 2014230002
·
Canniesa Mulya 2014230006
·
Rosdiah Abatini 2014230010
·
Muhammad Ihsan 2014230014
·
Muhammad Ali 2014230016
·
Kintan Meidhita 2014230022
·
Anissa Tiara 2014230026
·
Lisa Marcelina 2014230028
·
Ichwan Bagus 2014230031
·
Muhammad Iqbal 2014230032
·
Astri Sindy 2014230033
·
Rico Dwi Cahyo 2014230034
·
Amar Nugraha 2014230037
·
Nur Rahma S. 2014230039
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Kata diplomasi berasal
dari kata Yunani Diploun yang berarti melipat , meunurt Nicholson pada masa
kkaisaran Romawi semua paspor, yang melewatijalan milik negara dan surat-surat
jalan dalam cara yang khas. Surat jalan logam ini disebut Diplomas. Kemudian kata
ini mulai berkembang dan mencakup pola-pola dokumen-dokumen resmi yang bukan
logam, khususnya memberikan hak istimewa tertentu atau menyangkut perjanjian
dengan suku bangsa asing diluar bangsa romawi. Karena perjanjian-perjanjian ini
semakin menumpuk, arsip kekaisaran menjadi beban dengan dokumen-dokumen kecil
yang tak terhitung jumlahnya yang dilipat dan diberikan dalam cara khusus.
Kemudian karena diperlukannya orang untuk mengerjakan ini untuk mengindeks,
menguraikan, dan memeliharanya, isi surat resmi negara yang dikumpulkan,
disimpan sebagai arsip, yang berhubungan dengan Hubungan Internasional. Pada
zaman pertengahan dikenal sebagai diplomaticus
atau diplomatique. Siapapun yang
berhubungan dengan surat-surat tersebut dikataakn sebagai milik res diplomatique atau bisnis diplomatik.
Hingga kata diplomasi kemudian mulai berkembang.Menurut Earnest Satow, memakai
kata diplomasi untuk menunjukkan keahliannya dan keberhasilannya dalam
melakukan Hubungan Internasional dan perundingan Tahun 1796.
Kata diplomasi memiliki
definisi yang berbeda dari beberapa tokoh, Sir Earnest Satow dalam bukunya Guide To Diplomatic Practice memberikan
karakterisasi diplomasi yang bagus meskipun tidak jelas dan kurang akurat. Ia
mengatakan diplomasi adalah “ the application of intelligence and tact to
conduct of official relations between the government of independent states”.
Harold Nicholson salah seorang pengkaji dan praktis yang pandai dalam hal
diplomasi di abad ke dua puluh menegaskan bahwa dalam bahasa yang lebih mutakhir
kata diplomasi secara gegabah diambil untuk menunjukan paling tidak 4 hal
yaitu: Politik Luar Negeri; Negosiasi; Mekanisme Pelaksanaan Negosiasi
tersebut; suatu Cabang Dinas Luar Negeri. Interpretasi kelima merupakan suatu
keahlian dalam pelaksanaannya negosiasi internasional; dan dalam arti yang
buruk mencakup tindakan taktik yang lebih licik. KM Panikkar dalam bukunya
menyatakan diplomasi dalam hubungannya dengan politik internasional, adalah
seni mengedepankan kepentingan suatu negara dalam hubungannya dengan negara
lain. Para pakar kemudian meletakkan tekanan kepada keterkaitan antara
negosiasi dan diplomasi. Melakukan negosisasi tidak mesti berarti bahwa suatu
usaha sedang dilakukan oleh dua pihak bersengketa untuk mencapai kesepakatan
satu sama lain. Meskipun ini sering menjadi motif utama dari suatu pertemuan
yang diatur antara para diplomat dan negarawan.maksud dari banyak konferensi
bilateral maupun internasional, pada bagian lain, adalah untuk memelihara
hubungan-hubungan politik maupun nonpolitik yang akan meningkatkan nilai-nilai
kepenringan bersama. Konperensi itu juga memungkinkan untuk diarahkan kepada
usaha untuk mengurangi polemik politik atau memperoleh kesempatan untuk
mempelajari usul-usul pihak lain, apabila mungkin, dan untuk menyiapkan dasar-dasar
bagi penyelesaian masalah yang menonjo pada saat itu. Negosiasi yang
dilaksanakan bagi kasus-kasus yang menonjol mempunyai tujuan diplomatik jangka
panjang.
Semakin berkembangnya
diplomasi dan yang sudah ada sejak zaman kekaisaran serta negosiasi yang
memiliki ikatan, hubungan diplomatik diantara negara-negara sangatlah
dibutuhkan dalam menjalankan pemerintahannya dan untuk memudahkan dalam
mengatasi isu-isu yang terjadi. Hubungan diplomatik ini terbagi menjadi
Bilateral dan Multilateral titik fokus dari kedua hubungan tersebut memiliki
perbedaan dimana bilateral merupakan diantara dua negara dan multilateral lebih dari 2 dua negara.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana berjalannya suatu Diplomasi
Bilateral dan Multilateral?
2.
Apakah dalam Diplomasi Bilateral dan
Multilateral memiliki persamaan dan perbedaan dalam tantangannya?
BAB II
PEMBAHASAN
Diplomasi Bilateral
Pelaksanaan
hubungan diplomatik antara dua negara secara formal melalui misi diplomatik (diplomatic
mission) yang diakreditasi oleh kedua pihak. Diplomasi bilateral sering
dianggap identik dengan diplomasi tradisional dan umumnya mengedepankan prinsip
resiprositas (reciprocity). Diplomasi bilateral yang terorganisasi
dengan baik mulai dikenal di Italia pada akhir abad ke-14 saat negara-negara
kota seperti Venesia, Milan, dan Mantua saling mengirimkan utusan yang menetap
di negara penerima. Praktik ini kemudian diadopsi oleh negara-negara lain di
Eropa dan berkembang menjadi sistem diplomasi modern yang diterapkan secara
global. Dalam konteks yang berbeda istilah diplomasi bilateral juga digunakan
untuk menyebut side diplomacy atau kontak diplomatik antara delegasi
dua negara di sela-sela penyelenggaraan pertemuan multilateral. Diplomasi
bilateral dapat membahas isu yang menjadi tema pertemuan multilateral yang
sedang berlangsung atau isu lain yang tidak ada kaitannya dengan tema
pertemuan.
Menurut
Partanto (1994) diplomasi bilateral ialah hubungan antara dua pihak dimana
mereka saling bertemu untuk membicarakan suatu hal dengan tujuan melakukan
kerjasama, penempatan duta besar, mengadakan perjanjian atau hanya sekedar
melakukan kunjungan kenegaraan. Pola diplomasi ini muncul sebelum pecahnya
Perang Dunia I, namun dalam prakteknya dianggap terlalu kompleks sehingga dampak
untuk terjadinya perang sangat memungkinkan. Pola diplomasi ini dilaksanakan
untuk menyatukan satu tujuan yang sama di antara kedua belah pihak. Seperti
contoh hubungan antara Indonesia dengan China dalam melakukan kesepakatan
mengenai perdagangan bebas. Pola ini juga dianggap memiliki fleksibilitas yang
besar dan dapat memudahkan pencapaian kompromi (Djelantik, 2008).
Tujuannya
adalah :
1. Menjaga
integritas dan kedulatan wilayah Negara masing-masing
2. Mendukung
pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan nasional
3. Melindungi
warga Negara dan kepentingan Negara nya di luar negeri
4. Mengembangkan
kerjasama dalam penanganan isu-isu transnasional global
Untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut, langkah yang diambil antara lain adalah
penguatan mekanisme kerjasama bilateral dengan berbagai Negara sahabat.
Penguatan tersebut dilakukan dengan menggairahkan atau menghidupkan kembali
mekanisme yang telah ada atau menciptakan mekanisme dilalog baru, sehingga terbentuk
suatu dialog dan konsultasi bilateral egara, dengan asanya mekanisme bilateral
yang efektif, maka dapat terwujud hal-hal berikut:
1. mengedepankan
masalah diplomasi dalam mengatasi dan menangani berbagai permasalahan bilateral
2. memonitor
kemajuan implementasi kesepakatan yang telah ada
3. memanfaatkan
peluang-peluang kerja kerjasama yang ada dan mengidentifikasi bidang-bidang
kerjasama baru
4. mengembangkan
kemitraan dan menghadapi tantangan-tantangan global.
Sesuai
dengan glogan “million friends, zero enemy” Indonesia senantiasa mengembangkan
hubungan baik secara bilateral dengan seluruh Negara didunia, dipandu oleh
kepentingan nasional Indonesia.
Penguatan
hubungan bilateral dengan Negara-negara yang bertetangga langsung dengan
Indonesia dan Negara-negara kawasan asia tenggara lainnya muntlak diperlakukan
untuk menciptakan kawasan yang damai, aman dan stabil dan memastikan
kepentingan nasional Indonesia dapat terjamin. Kepentingan-kepentingan nyata
yang dimiliki Indonesia dengan Negara-negara tetangga di kawasan antara lain:
1. penyelesaian
perundinga batas wilayah Indonesia
2. penanganan
masalah-masalah lintas batas
3. perlindungan
warga Negara Indonesia, khususnya tenaga kerja Indonesia
4. peningkatan
hubungan ekonomi, mencakup perdagangan, inventasi, pariwisata dan tenaga kerja
5. peningkatan
hubungan social budaya
Di
samping dengan Negara-negara tertangga terdekat secra geografis, Indonesia
menjalin hubungan bilateral dengan sejumlah Negara dimana Indonesia memiliki
kepentingan strategis, baik dari kepentingan maupun politik keamanan dan
ekonomi. Negara yang dimaksud adalah RRT, jepang, korea selatan, india, as
brazil, rusia, uni Eropa dan afrika selatan
Tujuan
pengembangan hubungan bilateral dengan Negara mitra strategis tersebut antara
lain:
1. sebagai
mitra dagang dan ekonomi utaman Indonesia dan sumber modal asing
2. sebagai
sumber untuk peningkatan kapasitas Indonesia di berbagai bidang, termasuk
bidang pertahanan, keamanan, good govermence, isntitusi ekonomi, pendidikan,
iptek, dll
3. untuk
mengelola stabilitas keamanan danperdamaian di kawasn asia tenggara maupun
tingkat global, meningkat kepentingan dan pengaruh besar terhadap Negara-negra
tersebut
4. untuk
mengembangkan kerjasama dalam penanganan isu-isu global.
Tingkatan Perwakilan Bilateral
1.
Embassy: mengacu pada institusi yang dijabat oleh duta besar.
Duta besar sebagai perwakilan diplomatik yang dikirim oleh negaranya untuk
mengabdi misi negaranya di negara lain. Jika mengacu pada bangunan institusi
tersebut, maka sebutan yang dipakai adalah ‘Chancery/Chancelery’. Embassy
selalu diikuti dengan nama kota tempatnya berada, seperti misalnya Kedutaan
Besar Amerika Serikat di Jakarta. Biasanya, satu duta besar bisa diakreditasi
untuk melayani beberapa negara sekaligus karena untuk membiayai misi diplomatik
akan memakan biaya yang sangat mahal.
2.
Komisi Tinggi: lembaga yang setingkat dengan Kedutaan dengan fungsi yang
sama, tetapi lembaga ini hanya dimiliki oleh negara persemakmuran (dan hanya
ada satu), kepala negaranya hanya ada satu. Contoh Komisi Tinggi, British
High Commission di Sri Lanka sebagai perwakilan diplomatik bagi negara
persemakmuran. Negara-negara commonwealth (persemakmuran) beraktivitas
melalui satu high commission tersebut.
3.
Nunsiatur Kerasulan: perwakilan diplomatik dari gereja Katolik yang
berada di negara-negara yang ada umat Katoliknya. Tetapi perwakilan tersebut
bukan dari Vatikan. Nunsiatur Kerasulan dipakai untuk menjangkau umat Katolik
sehingga dibuatlah perwakilan resmi dengan negara (dimiliki oleh Tahta Suci)
yang berfungsi untuk melindungi keamanan umat Katolik dengan jalan yang formal.
Meskipun Cina dihuni oleh umat Katolik yang jumlahnya relatif besar, namun
Nunsiatur Kerasulan tidak terdapat di Cina karena Cina tidak mengizinkannya.
4.
Kedutaan/Legasi & Internunsiatur Kerasulan: perwakilan diplomatik
dari entitas yang statusnya lebih tinggi ke entitas yang lebih rendah. Sejak
terbentuknya PBB, hal ini tidak berlaku lagi. Hal tersebut dulunya digunakan
seperti Gereja Katolik dengan negara domainnya sebelum adanya perjanjian Westphalia.
Kedutaan/Legasi & Internunsiatur Kerasulan tidak dilakukan lagi
karena akan melanggar piagam PBB yaitu Formal Equility (kesetaraan).
5.
Konsulat: merupakan perwakilan diplomatik yang hanya
mengurusi urusan niaga dan perlindungan warga negara, termasuk juga mengurus
Visa warga negara yang ada di negara tempat ia melakukan misi diplomatiknya.
Tetapi, akreditasinya hanya di sekitar kota tempat konsulat itu berada. Contoh,
American Presence Post (Konsulat Amerika Serikat di kota Medan) &
Konsulat Perancis di Bandung.
6.
Konsulat Jenderal: perwakilan diplomatik ini berhubungan dan tidak
berhubungan dengan fisik bangunan, kalau kepentingannya semakin besar maka
konsulat tersebut akan naik tingkat menjadi konsulat jenderal (urusan meluas
karena hubungan niaga menjadi semakin berkembang). Contoh, Konsulat Jenderal AS
di Surabaya.
7.
Konsulat Kehormatan: warga negara suatu negara yang ditugaskan
perwakilan diplomatik untuk negara yang lain dan mengurus kepentingan
negara tersebut dengan negara asalnya. Misalnya, warga negara A ditugaskan ke
negara B untk mengurus kepentingan B di negara A. Konsul kehormatan dibuat
untuk prospek ekonomi yang masih berjalan. Yang ditunjuk merupakan seseorang
yang secara fisik dan batin dekat dengan negara tersebut.. Melihat ada prospek
atau tidak, kalau prospeknya sudah berhasil akan naik tingkat menjadi konsulat
(tergantung keputusan kepala negaranya karena biasanya hanya mengurusi urusan
dagang: prinsip win-win solution). Contoh, Konsulat Kehormatan Austria
& Hongaria di Bandung untuk mengurus investasi di sekitar Bandung.
8. Delegasi Kerasulan: tempat
dimana Gereja Katolik tidak bisa membuat nunsiatur karena umatnya sedikit
sehingga akan dibuat delegasi kerasulan. Contoh, Al-Jazeerah yang mengurus umat
Katolik di Yaman, Qatar, dan negara-negara Timur Tengah kainnya yang di
dalamnya terdapat sedikit umat Katoliknya.
9.
Kantor: lebih mandiri dan non-diplomatik. Contoh, TETO (Taiwan Economic
Trade and Office) di Jakarta yang disebut pula embassy in disguise dan
pangkatnya lebih rendah dari Konsulat Kehormatan karena mempunyai hak yang
sangat sedikit. Taiwan bukan merupakan sebuah negara yang memiliki kedaulatan
tersendiri karena masih dianggap bagian dari Cina. Jika suatu negara mempunyai
kedutaan Cina, maka negara tersebut tidak akan mungkin mempunyai kedutaan
Taiwan.
10.
Kuasa: lembaga suatu negara yang dikaitkan dengan perwakilan negara lain
yang berkedudukan di negara pihak ketiga. Misalnya, lembaga negara A yang
dikaitkan dengan perwakilan negara B yang berkedudukan di negara C, yang
mengurusi kepentingan negara A di negara C (bersifat non-diplomatik). Contoh,
lembaga yang mengurus kepentingan Iran di Amerika Serikat adalah kedutaan
Pakistan. Pakistan disebut sebagai seksi kepentingan Iran di AS.
Diplomasi Multilateral
Kerja sama internasional adalah bentuk hubungan yang
dilakukan oleh suatu negara dengan negara lain yang bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan rakyat untuk kepentingan negara-negara di dunia. Kerja
sama internasional, yang meliputi kerja sama di bidang politik, sosial,
pertahanan keamanan, kebudayaan, dan ekonomi, berpedoman pada politik luar
negeri masing-masing. Agar kerja sama tersebut berhasil dan menguntungkan, maka
kerja sama antar negara tersebut diatur dalam suatu bentuk organisasi resmi.
Pada dasarnya di dunia ini banyak dikenal berbagai macam organisasi. Agar
kerja sama tersebut berhasil dan menguntungkan, maka kerja sama antar negara
tersebut diatur dalam suatu bentuk organisasi resmi. Contoh-ontoh organisasi
internasional adalah PBB, NATO dan ASEAN.
Kerja
sama Multilateral adalah kerja sama yang menghimpun tiga negara atau lebih
berdasarkan pertimbangan tertentu, dimana negara yang bekerjasama saling
membantu, seperti ASEAN. Sebagian besar yang ikut andil dalam Kerja sama
Multilateral ini ialah beberapa Organisasi Internasional. Pendukung utama
multilateralisme yakni Negara-negara menengah, sedangkan Negara-negara maju
dominan Unilateralisme.
A. Traktat
multilateral
Traktat
Multilateral yaitu perjanjian yang dilakukan oleh banyak negara. Contohnya
perjanjian kerja sama beberapa negara di bidang pertahanan dan ideologi seperti
NATO. Traktat Internasional atau yang disebut juga perjanjian multilateral yang
secara hukum mengikat seluruh negara yang menandatanganinya. Penandatanganan
traktat ini terbuka bagi negara-negara anggota FAO maupun diluar FAO sampai 4
November 2002, dan akan membentuk kerangka kerja yang baru dan mengikat untuk
kerjasama di bidang sumberdaya genetik tanaman pangan dan pertanian.
Negara-negara yang meratifikasi traktat sampai tanggal tersebut akan duduk
sebagai dewan pengelola. Sampai saat ini Indonesia masih belum meratifikasi
Traktat Internasional.
Kerja sama internasional yang
dilaksanakan Indonesia dengan lembaga internasional. Selain melakukan
perjanjian internasional, Indonesia juga melakukan kerja sama dengan berbagai
lembaga internasional. Peran aktif tersebut baik sebagai pemrakarsa berdirinya
suatu lembaga internasional, maupun sebagai anggota aktif.
Bentuk-bentuk kerja sama yang
dilakukan Indonesia dengan negara-negara lain di dunia ini antara lain:
1) Indonesia menjadi anggota
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang ke-60 pada tanggal 28 September 1950.
2) Indonesia menyelenggaraan Konferensi
Asia-Afrika (KAA) pada tahun 1955 yang melahirkan semangat dan solidarita
negara-negara Asia-Afrika.
3) Keaktifan Indonesia sebagai salah
satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB) pada tahun 1961.
4) Indonesia terlibat langsung dalam
misi perdamaian Dewan Keamanan PBB dengan mengirimkan Pasukan Garuda.
5) Indonesia menjadi salah satu pendiri
ASEAN.
6) Ikut serta dalam setiap pesta
olahraga internasional mulia dari Sea Games, Asian Games, Olimpiade, dan
sebagainya.
B. Diplomasi
Multilateral
Diplomasi
merupakan instrumen untuk menjalankan suatu kebiajakan luar negeri, dan dapat
mempengaruhi kegiatan bagi negara-negara yang melakukannya. Maka diplomasi
dilakukan oleh negara-negara harus selalu sesuai dengan kebijakan luar negeri
untuk mencapai kepentingan nasional sebuah negara. Berdasarkan aktornya,
diplomasi ada yang bersifat bilateral (dua negara), regional (negara-negara
kawasan) dan multilateral (banyak negara) (Langhorne 200). Seperti di Indonesia
sendiri, diplomasi multilateral adalah bagian yang tidak terpisahkan dalam
politik luar negeri Indonesia yang ditunjukan untuk secara aktif ikut serta
mengatasi masalah-masalah global, khususnya yang memiliki dampak terhadap
kepentiingan nasional (TabloidDiplomasi.org).
Pada
dasarnya diplomasi multilateral merupakan diplomasi yang dilakukan oleh lebih
dari dua negara. Diplomasi ini berhasil menjadi cara yang paling bermanfaat
untuk meningkatkan negosiasi antara banyak pihak, selain sebagai pendorong
diplomasi bilateral (Djelantik 2008, hal.142). Hubungan multilateral dan
Diplomasi multilateral penting untuk selalu diperhatikan, karena baik buruknya
suatu hubungan multilateral akan membuat sebuah image mengenai sebuah negara di
hadapan dunia internasional. Dalam diplomasi multilateral biasanya melibatkan
lebih dari tiga negara untuk menghasilkan suatu kebijakan yang biasanya
diperuntukkan untuk forum, dimana secara garis besar forum merupakan cara-cara
untuk mencapai isi dari hubungan multilateral yang akan dilaksanakan oleh lebih
dari tiga negara. Forum dibagi menjadi empat bagian, yaitu PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa), Non – PBB, Forum dan Inisiatif Multilateral.
Contoh
dari diplomasi multilateral yang dilakukan oleh Indonesia, adalah
berpartisipasinya Indonesia dalam forum WEF, G-20 dan APEC menegaskan perhatian
Indonesia dalam membangun pertumbuhan ekonomi yang merata dan berkelanjutan.
Melalui berbagai forum internasional, Indonesia berkepentigan untuk memastikan
empat sasaran diplomasi ekonomi: yaitu pemulihan stabilitas ekonomi global,
peningkatan ekonomi, fasilitas arus perdagangan dan investasi, serta dorongan
bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pelaksanaan diplomasi multilateral
sendiri bagi Indonesia, semakin menegaskan ciri khas Indonesia. Diantaranya
kepemimpinan dalam mendorong kemajuan di berbagai bidang melalui upaya
membangun konsensus, pendekatan kooperatif, menjembatani perbedaan tanpa
mengkompromikan kepentingan nasional, menonjolkan converge of interests,
konsisten dengan prinsip-prinsip multilateralisme serta memprioritaskan
kepentingan negara-negara berkembang secara umum (TabloidDiplomasi.org).
Selain itu,
Situasi ekonomi Global mengharuskan negara-negara membuka pasar mereka, dan
interdependensi yang serta globalisasi ekonomi dunia telah mendorong bangsa bangsa
untuk bekerjasama melalui multilateralisme. Bangsa telah menemukan suatu hal
yang bijak untuk mengambil tanggung jawab kolektif yang lebih besar untuk
keamanan bersama mereka, tidak hanya dalam hal militer namun juga dalam
pengertian ekonomi dan sosial seperti aksi kemanusiaan, pembangunan
berkelanjutan, demokratisasi dan promosi serta perlindungan hak-hak asasi
kemanusiaan.
Perbedaan
Diplomasi Bilateral dan Multilateral
Diplomasi
multilateral dengan Diplomasi bilateral mempunyai suatu perbedaan yakni di mana
jika didalam multilateral diplomasi itu mengutamakan adanya suatu kerjasama
antar negara dalam suatu wadah internasional, dan hal ini berbeda dengan
diplomasi bilateral yang mana dalam diplomasi bilateral lebih mengutamakan
adanya suatu hubungan kerjasama antar dua negara melalui politik dan militer
karena ini dinilai lebih penting daripada berbicara tentang ideology dan
perbedaan budaya.
Diplomasi
bilateral seringkali disebut sebagai pola diplomasi yang paling efektif,
mengingat hanya melibatkan dua negara yang memiliki tujuan dan kepentingan yang
sama. Pola ini juga dianggap memiliki fleksibilitas yang besar dan dapat
memudahkan pencapaian kompromi. Kelebihan dari diplomasi bilateral adalah
efektivitas dalam perundingan karena kemungkinan bagi intervensi dari
negara lain sangat kecil. Karena intervensi yang kecil dari pihak maka
akan ada fleksibilitas dalam perundingan dan akan mempermudah pencapaian dalam
perundingan. Namun di samping itu, diplomasi bilateral juga memiliki beberapa
kekurangan.Menurut Samendra Lal Roy (1995) dalam bukunya mengungkapkan bahwa,
diplomasi bilateral dapat mengundang kecurigaan, seperti menimbulkan anggapan
terdapat sesuatu yang disembunyikan oleh salah satu pihak negara. Selain itu, pola
diplomasi ini juga bisa bersifat menekan yang disebabkan adanya pihak yang
lebih tinggi dan kuat, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa negara yang
memiliki power lebih kuat dapat menekan negara di bawahnya.
Sedangkan
diplomasi multilateral disebut lebih mengedapankan asas kebersamaan apalagi
jika diplomasi multilateral menyangkut kawasan regional. Pola ini memeng tidak
dapat mewakili kepentingan nasional secara efektif karena pastinya aka ada
intervensi dari negara lain. Namun diplomasi multilateral yang berhasil dapat
memiliki keuntungan tersendiri untuk memperkecil kemungkinan konflik dan
menghilangkan sudut pandang atas negara mana yang memiliki poer kuat dan negara
mana yang memiliki power lemah, karena permasalahan yang dibahas tidak hanya
kepentingan nasional namun kepentingan bersama.
Jadi didalam diplomasi bilateral seorang
diplomat harus dapat mempengaruhi lawannya untuk kepentingan national negaranya
(National Interest). Dengan cara melobby itu merupakan suatu cara atau alat
diplomasi yang baik untuk mempengaruhi lawan secara politik untuk kepentingan
nasional (National Interest). Sedangkan dalam doplomasi multilateral seorang
diplomat harus cermat sehingga dapat memasukan kepentingan nasionalnya walaupun
hal tersebut dibalut dengan dalih untuk kepentingan bersama, atau memang hal
tersebut benar untuk kepeningan bersama seperti menjaga perdamaian dan
stabilitas disekitar negaranya.
Study
Kasus Bilateral
Diplomasi Indonesia ke Australia
Tarkait Bom Bali
Meskipun
telah dibuat MOU antara Australia dan
Indonesia untuk memerangi segala bentuk terorisme, namun Indonesia tidak mampu
mengantisipasi atau memprediksi apa yang akan terjadi berikutnya, tidak ada
seorang pun yang menyangka akan terjadi serangan bom Bali pada tanggal 12
Oktober 2002, tepatnya di Paddy’s Café dan Sari Club, dan di tempat yang sama,
pada bulan yang sama tiga tahun kemudian. Selang dari tiga tahun tersebut
terjadi ledakan bom di Hotel JW Marriot.
Setelah
peristiwa Bom Bali I, maka sebagai tindak lanjut sekaligus reaksi Pemerintah
Australia terhadap berbagai ancaman yang mereka rasakan dari berbagai serangan
terror terhadapkepentingan di Indonesia, maka keluarlah kebijakan reaktif dari
pemerintah Australia terhadap Indonesia. Beberapa kebijakan Pemerintah
Australia yang muncul cenderung menunjukan ketidakpercayaan terhadap Pemerintah
Indonesia, khusunya dalam menjaga keamanan dan kenyamanan warga negara lain
yang berada di wilayah kedaulatannya. Berangkat dari rasa ketidakpercayaan itu,
maka wajarlah jika kemudian pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan
larangan berkunjung (Travel Warning)
bagi warganya ke Indonesia. Tindakan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah Australia tersebut tanpa memprhatikan bahwa Indonesia sangat
dibutuhkan oleh ustralia, khususnya dalam kepentingan geostrategisnya.
Bagi
Australia, hal tersebut wajar mengingat Australia pada masa itu masih berada
dibawah pemerintahan Partai Koalisi Liberal-Nasional pemimpin PM John Howard.
Pemerintahan partai koalisi seperti yang kita ketahui selalu berkiblat ke Eropa
dan Amerika dalam menjalankan politik luar negerinya, selain dengan alas an
keamanan, terutama ancaman om untuk memberlakukan peringatan berkunjung (Travel Warning). Sementara bagi
Indonesia, kebijakan Travel Warning
yang dikeluarkan pleh Pemerintah Australia jelas merugikan. Hal ini menjadi
sebuah pukulan telak, karena merupaka wujud ketidakpercayaan negara lain
seperti yang telah dibahas sebelumnya. Pihak Indonesia jelas merugi
mengingatpada masa itu kunjungan
wisatawan Australia ke Indonesia sedang mengikat. Pemerintah Indonesia
menginginkan agar pemerintah Australia segera mencabut kebijakan Travel Warning ke Indonesia yang
diberlakukan ke warganya.
Pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai langkah dan upaya, baik itu upaya diplomasi
ke luar negeri maupun upaya security building dari dalam negeri dalam upaya
mendapatkan kepercayaan dari negara lain bahwa Indonesia sudah aman dari
gerakan teroris, khusunya untuk memproleh respon postif dari Pemerintah
Australia dalam masalah Travel Warning.
Pada awal Mei 2012 Australia menurunkan level dari Travel Warning menjadi Travel
Advisory yang merupakan peringatan yang satu tingkat lebih rendah.
Melihat
kondisi hubungan bilateral antara Indonesia dan Australia, ada sesuatu yang
bias dianalisa dalam hal ini. Pertama, Australia mencoba berada pada posisi
yang aman dan tidak mengambil resiko, karena bagaimanapun juga pihak Australia
hanya ingin melindungi warga negaranya. Sementara itu, Pemerintah Indonesia
dalam hal ini agen keamannya tidak dapat memberikan peringatan dini tenang
ancaman yang akan mereka dapat. Menurut Neo-realis negara merupakan actor yang
rasional, negara akan memilih kebijakan yang strategis untuk memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan kerugian. Dalam konteks hubungan antara Indonesia
dan Australia, Australia bias dikatakan rasional untuk memberlakukan kebijakan Travel Warning terhadap Indonesia. Walau
pada kenyataan tetap saja banyak warga negara Australia yang dapat menjadi
korban meski Australia memberlakukan kebijakan tersebut, namun itu tidak dapat
mencegah tiap warga negeara Australia untuk bepergian kemana saja, termmasuk
Indonesia.
Studi Kasus Multilateral
Pertemuan
ASEAN Ministerial Meeting/AMM tentang laut Cina Selatan
Pertemuan ke-49 Menteri Luar Negeri
ASEAN (49th ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Vientiane, Laos,
berakhir dengan kesepakatan Join Komunike. Join Komunike ini juga memuat
pandangan bersama ASEAN terhadap perkembangan situasi di Laut China Selatan. “Kesepakatan
ini adalah salah satu bukti bahwa di saat sulit ASEAN dapat bersatu untuk maju
demi menjaga rumah dan kepentingan bersama,” ujar Menteri Luar Negeri (Menlu)
RI, Retno Marsudi.
Dalam rilis yang diterima Sindonews,
Selasa (26/7/2016), Retno mengungkapkan, Join Komunike itu lahir lewat proses
yang dinamis dan diplomasi marathon selam tiga hari yang dilakukan oleh
Indonesia kepada menlu ASEAN secara terpisah guna mencapai egaran. Indonesia
juga mengambil inisiatif untuk dilakukannya informal retreat sebelum
dimulainnya AMM sebagai upaya membangun kepercayaan diantara anggota. Join
Komunike Menlu ASEAN merupakan dokumen utama hasil AMM yang memuat pandangan
dan kesepakatan Menlu ASEAN atas berbagai isu yang menjadi kepentingan egara-negara
ASEAN. Dalam Join Komunike itu isu yang menjadi perhatian dan kepentingan utama
Indonesia juga turut disepakati. Join Komunike juga menegaskan komitmen egara-negara
ASEAN untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas di kawasan, termasuk di
Laut Cina Selatan. Dalam kaitan ini, egara anggota ASEAN menegaskan komitmennya
untuk sepenuhnya menghormati proses egar dan egarana. Negara-negara ASEAN juga
berkomitmen menyelesaikan permasalahan egaranal sesuai dengan egar
internasional termasuk UNCLOS 1982.
“Komitmen ASEAN dalam Join Komunike
menunjukan konsistensi ASEAN untuk menjaga perdamaian, keamanan dan stabilitas
di kawasan, dengan mengepankan egar internasional”, tutur Menlu Retno. Atas
inisiatif Indonesia pula AMM mengeluarkan pernyataan bersama Menlu ASEAN
mengenai pemeliharaan perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan.
“Pernyataan para Menlu ASEAN menunjukan persatuan dan sentralitas ASEAN dalam
menjaga rumah ASEAN ditengah perubahan dan tekanan geopolitik global”, tegas
Menlu RI.
Dalam konteks kerja sama ASEAN-Tiongkok,
para Menlu egara ASEAN dan Menlu Tiongkok juga telah mengeluarkan pernyataan
bersama mengenai Implementasikan Declaration of Conduct (DOC) secara penuh dan
efektif. Pernyataan tersebut menegaskan komitmen ASEAN dan Tiongkok untuk
bertindak, beraktivitas dan menghormati norma dan kebiasaan yang berlaku sesuai
dengan piagam PBB dan egar internasional termasuk UNCLOS 1982. “Indonesia
mencoba memberikan kontribusi dalam menjembatani perbedaan sehingga pernyataan
bersama tersebut dapat disepakati” ujar Menteri Luar Negeri RI, Retno
Marsudi.
Rangkaian pertemuan ke-49 Menteri ASEAN
diakhiri dengan pertemuan East Asian Summit tingkat Menlu dan pertemuan ASEAN
Regional Forum yang melibatkan masing-masing 18 dan 27 negara. Perhatian
terhadap isu perdamaian, keamanan dan stabilitas kawasan menjadi egar pada
rangakaian AMM tahun ini. Penegasan komitmen ASEAN terhadap perdamaian dan stabilitas
kawasan juga disampaikan melalui ASEAN Foreign Ministers’ Statement on the
Occasion of the 40th Anniversary of the Treaty of Amity and
Cooperation in Southeast Asia (TAC).
Dari uraian diatas, diplomasi yang
dilakukan Indonesia jelas terbilang tepat dan sangat dibutuhkan mengingat
sengketa tentang laut Cina selatan yang semakin memanas dan kegagalan mencapai
kesepakatan pada AMM di Kamboja tahun 2012 lalu. Diplomasi secara informal
sebelum forum AMM, yang dilakukan Indonesia secara egaran juga dikatakan
sebagai salah satu egara suksesnya AMM yang ke-49 tersebut untuk mendatangkan
sebuah kesepakatan. Indonesia lewat diplomasi multilateralnya berhasil
menunjukan kemampuan untuk mempengaruhi egara lain melalui kerjasama dalam
membentuk agenda, sekaligus menjawab tantangan diplomasi di ASEAN serta dapat
mengajak untuk melakukan kegiatan positif dalam rangka memperoleh hasil yang
diinginkan bersama, yaitu kestabilan dan kedamaian di ASEAN.
BAB
III
KESIMPULAN
Diplomasi bilateral ialah hubungan antara
dua pihak dimana mereka saling bertemu untuk membicarakan suatu hal dengan
tujuan melakukan kerjasama, penempatan duta besar, mengadakan perjanjian atau
hanya sekedar melakukan kunjungan kenegaraan. Sedangkan diplomasi multilateral
merupakan diplomasi yang dilakukan oleh lebih dari dua negara. Diplomasi ini
berhasil menjadi cara yang paling bermanfaat untuk meningkatkan negosiasi
antara banyak pihak. Banyak perbedaaan anatara kedua diplomasi tersebut
diantaranya adalah cara seorang diplomat, bila di diplomasi bilateral seorang
diplomat tersebut hanya harus bernegosiasi dengan salah satu pihak dari Negara
lain untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Sedangkan diplomasi mulitilateral
seorang diplomat harus bernegosiasi dalam suatu kerja sama multilateral atau
organisasi internasional untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Jadi baik
diplomasi bilateral maupun diplomasi multilateral memiliki tantangannya sendiri
untuk suatu Negara bisa mencapai kepentingan nasionalnya.
Daftar Pustaka
·
Djelantik,
Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
·
Diplomasi
Indonesia 2010. Kementrian Luar Negeri RI.
·
Indah,
Ratna. Terbit 25 Juni 2015. Hubungan Diplomatik Antara Indonesia dan Jepang
Dalam Perspektif Teori Multi Track Diplomacy. Kompasiana.com
·
http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Kerja-Sama-Eksternal-ASEAN-Mitra-Wicara-Organisasi-Internasional-ASEAN.aspx
·
Langhorne
2012. “The Unique Challenges Presented by Multilateral Diplomacy.” Social
Science Research Network.
·
Tabloid
Diplomasi. Teras Diplomasi, Edisi – Januari 2012. http://www.tabloiddiplomasi.org/previous-isuue/167-januari-2012/1308-teras-diplomasi.html
·
ASEAN.org.
(n.d.). ASEAN Overview. Retrieved Oktober 31, 2014, from http://www.asean.org/asean/about-asean/overview
·
Gihartono,
J. I. (2013). Komunitas ASEAN dan Kekuatan Masyarakatnya: Menjawab Tantangan
Zaman. Buletin Komunitas ASEAN.
·
Soenanda, M. A. (n.d.). Kepentingan
Nasional Indonesia Di Dunia Internasional. Retrieved November 1, 2014, from
http://ditpolkom.bappenas.go.id/?page=news&id=31
·
Suruji, A. (2011, Mei 7). Menjadi
Komunitas ASEAN. Retrieved Oktober 31, 2014, from http://nasional.kompas.com/read/2011/05/07/04194912/Menjadi.Komunita
·
http://www.kompasiana.com/mrasyaaditya/multilateral-diplomacy-dan-bilateral-diplomacy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar