Kamis, 06 Oktober 2016

Diplomasi dan Hukum Internasional - Astri Sindy Rasmawati (2014230033)



 Diplomasi dan Hukum Internasional

 
Semenjak lahirnya negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembangnya prinsip-prinsip hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Dalam hubungannya satu sama lain negara-negara mengirim utusan-utusannya untuk berunding dengan negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mengamankan kepentingannya masing-masing di samping mengupayakan terwujudnya kepentingan bersama. Cara-cara dan bentuk yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mengembangkan hubungan tersebut dinamakan diplomasi yang dilaksanakan oleh diplomat. Selanjutnya pembukaan dan pemeliharaan hubungan diplomatik dengan negara lain, atas dasar kesamaan hak, merupakan manifestasi nyata dari kedaulatan suatu negara.
Hukum internasional yang mengatur hubungan antar negara berasal dari hukum kebiasaan yang dapat ditemukan dalam praktik pelaksanaan hubungan antar bangsa yang telah ada bahkan jauh sebelum istilah hukum internasional dikenal. Setelah melewati proses yang panjang, praktik-praktik kebiasaan ini dikodifisikan dalam bentuk peraturan-peraturan tertulis hingga sampai dalam bentuk konvensi-konvensi yang kita kenal saat ini yaitu Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961 (Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961) dan Vienna Convention on Consular Relations 1963 (Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler 1963). Kedua konvensi ini juga diikuti dengan protokol-protokol tambahannya selain konvensi-konvensi pendukung antara lain.
Dalam hubungan diplomatik ini ada aspek yuridik yang perlu mendapatkan perhatian khusus yaitu terdapatnya wewenang konkurensial dua negara di atas wilayah yang sama. Di suatu negara dimana terdapat semua pelayanan umum yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan negara tersebut juga berfungsi aspek-aspek tertentu umum negara lain. Masalah yang ditimbulkan wewenang konkurensial diisi oleh negara-negara yang bukan saja mempunyai sistem politik, ekonomi dan sosial yang saling berbeda, tetapi juga terdiri dari berkas negara-negara kolonial dan negara-negara bekas jajahan yang selalu khawatir atas upaya dominasi langsung negara-negara bekas kolonial tersebut.
Sebelumnya secara umum diakui bahwa setiap negara yang merdeka dan berdaulatmempunyai right of legation. Hak legasi ini ada yng aktif yaitu, hak suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke negara lain dan hak legasi pasif yaitu kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing.
Menurut Jan Osmanczyk, hukum diplomatik merupakan cabang dari kebiasaan hukum internasional yang terdiri dari seperangkat aturan-aturan dan  norma-norma hukum yang menetapkan kedudukan dan fungsi para diplomat, termasuk bentuk-bentuk organisasi dari dinas diplomatik. Hukum diplomatik pada hakikatnay merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar prinsip persetujuan bersama secara timbal balik, dan ketentuan ataupun prinsip-prinsip tersebut dimuat dalam instrumen-instumen hukum baik berupa piagam, statuta, maupun konvensi-konvensi sebagai hasil kodifikasi hukum kebiasaan internasional dan pengembangan kemajuan hukum internasional secara progresif. Hukum diplomatik memiliki ruang lingkup yang lebih luas, bukan hanya menangkup hubungan diplomatik, tetapi juga hubungan konsuler dan perwakilan negara-negara pada organisasi internasional, khususnya organisasi internasional yang memiliki tanggung jawa dan kenggotaan yang bersifat universal.
Dalam hukum diplomatik harus ada kesepakatan untuk membuka hubungan diplomatik dan selanjutnya  kesepakatan untuk membuka perwakilan tetap. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap bagi Konvensi Wina merupakan dua hal yang berbeda. Itu berarti bahwa suatu negara dapat saja membuka hubungan diplomatik tetapi tidak langsung diikuti pembukaan perwakilan tetap. Sekarang ini diakui secara umum bahwa hak untuk membuka hubungan diplomatik berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang berdaulat.
Bila kedua negata telah mencapai kesepakatan untuk membuka perwakilan diplomatik maka yang harus ditentukan selanjutanya adalah tingkat perwakilan yang dibuka masing-masing negara. Sebelumnya, klasifikasi para pejabat diplomatik menurut Konferensi Wina tahun 1815 dibagi atas tiga kelas yaitu :
1.      Para duta besar, duta Paus atau nuncio
2.      Para utusan, menteri atau yang lain dan yang diakreditasikan kepada raja.
3.      Para kuasa usaha yang diakreditasikan kepada menteri utusan luar negeri
Selanjutnya, walaupun tidak terdapat dalam Konvensi Wina, praktik diplomasi sehari-hari telah mengembangkan klasifikasi pejabat diplomatik yang dikenal dengan gelar atau kepangkatan dengan urutan sebagai berikut :
-          Duta Besar
-          Minister
-          Minister Counsellor
-          Counsellor
-          Sekretariat Pertama
-          Sekretariat Kedua
-          Sekretariat Ketiga
-          Atase
Berakhirnya misi diplomatik seorang staf perwakilan menurut Pasal 43 Konvensi antara lain karena :
-          Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima bahwa tugas dari pejabat tersebut telah berakhir.
-          Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa sesuai ayat 2 pasal 9 Konvensi, negara tersebut menolak untuk mengakui seorang pejabat diplomatik sebagai anggota perwakilan.
Tugas seorang duta besar atau para pejabat diplomatik adalah mewakili negara di negara akreditasi dan sebagai penghubung antara pemerintahan kedua negara. Di negara akreditasi, mereka mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi serta melaporkanya ke negara pengirim. Mereka juga bertugas melindungi warga negara dan berbagai kepentingan negaranya di negara akreditasi. Mengenai tugas-tugas perwakilan ini Konvensi Wina dalam pasal 3 memberikan perincian sebagai berikut :
a.       Mewakili negara pengirim  di negara penerima
b.      Melindungi kepentingan negara pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan hukum internasional
c.       Melakukan perundingan dengan pemerintah negara penerima
d.      Memperoleh kepastian dengan semua cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan negara penerima dan melaporkannya kepada Pemerintah negara pengirim
e.       Meningkatkan hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pemgetahuan.

Daftar Pustaka
Mauna, Boer. 2005. Hukum Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global Edisi ke-2. Bandung: PT Alumni.
Ak, Syahmin. 2008. Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Analisis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar