Diplomasi dan Hukum
Internasional
Semenjak lahirnya
negara-negara di dunia, semenjak itu pula berkembangnya prinsip-prinsip
hubungan internasional, hukum internasional dan diplomasi. Dalam hubungannya
satu sama lain negara-negara mengirim utusan-utusannya untuk berunding dengan
negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mengamankan kepentingannya
masing-masing di samping mengupayakan terwujudnya kepentingan bersama.
Cara-cara dan bentuk yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan
negara lain untuk mengembangkan hubungan tersebut dinamakan diplomasi yang
dilaksanakan oleh diplomat. Selanjutnya pembukaan dan pemeliharaan hubungan
diplomatik dengan negara lain, atas dasar kesamaan hak, merupakan manifestasi
nyata dari kedaulatan suatu negara.
Hukum
internasional yang mengatur hubungan antar negara berasal dari hukum kebiasaan
yang dapat ditemukan dalam praktik pelaksanaan hubungan antar bangsa yang telah
ada bahkan jauh sebelum istilah hukum internasional dikenal. Setelah melewati
proses yang panjang, praktik-praktik kebiasaan ini dikodifisikan dalam bentuk
peraturan-peraturan tertulis hingga sampai dalam bentuk konvensi-konvensi yang
kita kenal saat ini yaitu Vienna Convention on Diplomatic Relations 1961
(Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik 1961) dan Vienna Convention on
Consular Relations 1963 (Konvensi Wina tentang Hubungan Konsuler 1963).
Kedua konvensi ini juga diikuti dengan protokol-protokol tambahannya selain
konvensi-konvensi pendukung antara lain.
Dalam hubungan
diplomatik ini ada aspek yuridik yang perlu mendapatkan perhatian khusus yaitu
terdapatnya wewenang konkurensial dua negara di atas wilayah yang sama. Di
suatu negara dimana terdapat semua pelayanan umum yang sepenuhnya berada di
bawah kedaulatan negara tersebut juga berfungsi aspek-aspek tertentu umum
negara lain. Masalah yang ditimbulkan wewenang konkurensial diisi oleh
negara-negara yang bukan saja mempunyai sistem politik, ekonomi dan sosial yang
saling berbeda, tetapi juga terdiri dari berkas negara-negara kolonial dan
negara-negara bekas jajahan yang selalu khawatir atas upaya dominasi langsung
negara-negara bekas kolonial tersebut.
Sebelumnya secara
umum diakui bahwa setiap negara yang merdeka dan berdaulatmempunyai right of legation. Hak legasi ini ada
yng aktif yaitu, hak suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke negara
lain dan hak legasi pasif yaitu kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara
asing.
Menurut Jan
Osmanczyk, hukum diplomatik merupakan cabang dari kebiasaan hukum internasional
yang terdiri dari seperangkat aturan-aturan dan
norma-norma hukum yang menetapkan kedudukan dan fungsi para diplomat,
termasuk bentuk-bentuk organisasi dari dinas diplomatik. Hukum diplomatik pada
hakikatnay merupakan ketentuan atau prinsip-prinsip hukum internasional yang
mengatur hubungan diplomatik antar negara yang dilakukan atas dasar prinsip
persetujuan bersama secara timbal balik, dan ketentuan ataupun prinsip-prinsip
tersebut dimuat dalam instrumen-instumen hukum baik berupa piagam, statuta,
maupun konvensi-konvensi sebagai hasil kodifikasi hukum kebiasaan internasional
dan pengembangan kemajuan hukum internasional secara progresif. Hukum
diplomatik memiliki ruang lingkup yang lebih luas, bukan hanya menangkup
hubungan diplomatik, tetapi juga hubungan konsuler dan perwakilan negara-negara
pada organisasi internasional, khususnya organisasi internasional yang memiliki
tanggung jawa dan kenggotaan yang bersifat universal.
Dalam hukum
diplomatik harus ada kesepakatan untuk membuka hubungan diplomatik dan
selanjutnya kesepakatan untuk membuka
perwakilan tetap. Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap
bagi Konvensi Wina merupakan dua hal yang berbeda. Itu berarti bahwa suatu
negara dapat saja membuka hubungan diplomatik tetapi tidak langsung diikuti
pembukaan perwakilan tetap. Sekarang ini diakui secara umum bahwa hak untuk
membuka hubungan diplomatik berasal dari pengakuan sebagai suatu negara yang
berdaulat.
Bila kedua negata
telah mencapai kesepakatan untuk membuka perwakilan diplomatik maka yang harus
ditentukan selanjutanya adalah tingkat perwakilan yang dibuka masing-masing
negara. Sebelumnya, klasifikasi para pejabat diplomatik menurut Konferensi Wina
tahun 1815 dibagi atas tiga kelas yaitu :
1. Para duta besar, duta Paus
atau nuncio
2. Para utusan, menteri atau
yang lain dan yang diakreditasikan kepada raja.
3. Para kuasa usaha yang
diakreditasikan kepada menteri utusan luar negeri
Selanjutnya,
walaupun tidak terdapat dalam Konvensi Wina, praktik diplomasi sehari-hari
telah mengembangkan klasifikasi pejabat diplomatik yang dikenal dengan gelar atau
kepangkatan dengan urutan sebagai berikut :
-
Duta Besar
-
Minister
-
Minister Counsellor
-
Counsellor
-
Sekretariat Pertama
-
Sekretariat Kedua
-
Sekretariat Ketiga
-
Atase
Berakhirnya misi
diplomatik seorang staf perwakilan menurut Pasal 43 Konvensi antara lain karena
:
-
Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara
penerima bahwa tugas dari pejabat tersebut telah berakhir.
-
Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara
pengirim bahwa sesuai ayat 2 pasal 9 Konvensi, negara tersebut menolak untuk
mengakui seorang pejabat diplomatik sebagai anggota perwakilan.
Tugas seorang
duta besar atau para pejabat diplomatik adalah mewakili negara di negara
akreditasi dan sebagai penghubung antara pemerintahan kedua negara. Di negara
akreditasi, mereka mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi serta
melaporkanya ke negara pengirim. Mereka juga bertugas melindungi warga negara
dan berbagai kepentingan negaranya di negara akreditasi. Mengenai tugas-tugas
perwakilan ini Konvensi Wina dalam pasal 3 memberikan perincian sebagai berikut
:
a. Mewakili negara pengirim di negara penerima
b. Melindungi kepentingan negara
pengirim dan kepentingan warga negaranya di negara penerima dalam batas-batas
yang diperbolehkan hukum internasional
c. Melakukan perundingan dengan
pemerintah negara penerima
d. Memperoleh kepastian dengan
semua cara yang sah tentang keadaan dan perkembangan negara penerima dan
melaporkannya kepada Pemerintah negara pengirim
e. Meningkatkan hubungan
persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima serta mengembangkan
hubungan ekonomi, kebudayaan dan ilmu pemgetahuan.
Daftar Pustaka
Mauna, Boer. 2005. Hukum
Internasional Pengertian Peranan Dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global Edisi
ke-2. Bandung: PT Alumni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar