Kamis, 06 Oktober 2016

Diplomasi dan Hukum Internasional - Annisa Tiara Dewinta (2014230026)



Diplomasi dan Hukum Internasional



Tak satu Negara pun bisa hidup sendiri sepenuhnya di dunia sekarang ini. Setiap Negara harus mampu melakukan hubungan dengan Negara lain entah disatu aspek atau beberapa aspek yang dapat kedua Negara sepakati. Dengan menjalankan hubungan internasional dengan suatu Negara tidak dapat terlepaskan dari kata diplomasi yang dapat didefinisikan menurut Ellis Briggs yaitu diplomasi adalah sebuah kegiatan urusan official dengan cara mengirim seseorang untuk mewakili pemerintahan. Dalam menjalankan diplomasi suatu Negara turut serta melakukan hubungan luar negeri serta politik luar negeri kepada Negara lain yang bertujuan untuk memberikan mekanisme dan personalia bagi pelaksanaan politik luar negeri yang diambil pemerintahan.
Hubungan diplomatik memiliki beberapa dasar hukum yang tertulis untuk memeberikan peraturan atau dasar kepada Negara-negara yang melakukan hubungan diplomatik yaitu:
·        Kongres Konvensi  antara raja-raja 1815: kebiasaan harus dibuat menjadi hukum tertulis
·        Konvensi wina tentang Hubungan diplomatik tahun 1961 (Vienna Convention on Diplomatic Relations) . Telah diratifikasi dalam hukum nasional RI UU Nomor 1 Tahn 1982 Tentang Pengesahan Konvensi Wina tentang hubungan diplomatik tahun 1961)
·        Konvensi Wina 1963 tentang hubungan konsuler
·        Konvensi mengenai misi-misi khusus tahun 1969 (vienna convention on spesial mission) . Telah diadopsi RI ke hukum nasional melalui  UU Nomor 2 Tahun 1982 Tentang Pengesahan Konvensi mengenai misi-misi khusus
·        UU Nomor 37 TAHUN 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri : 1) pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, 2) kekebalan, hak istimewa dan pembebasan, 3) perlindungan kepada warga negara indonesia, 4)pemberian suaka dan masalah pengunsi , 5) pemberian dan penerimaan surat-surat kepercyaan
Dengan berkembangannya hubungan antar Negara maka dianggap perlu untuk membuat dasar hukum yang dapat menjadi dasar Negara untuk melakukan hubungan diplomatik yang telah dipaparkan diatas. Hampir semua negara yang mengadakan hubungan diplomatik menggunakan ketentuan dalam konvensi tersebut sebagai landasan hukum pelaksanaannya. Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut maka tiap negara haruslah menjadi pihak dalam konvensi. Adapun kesepakatan untuk mengikatkan diri pada konvensi merupakan tindak lanjut negara-negara setelah diselesaikan suatu perundingan untuk membentuk perjanjian internasional. Tindakan-tindakan inilah yang melahirkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi negara, kewajiban tersebut antara lain adalah kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi. Akibat dari pengikatan diri ini adalah negara-negara yang menjadi peserta harus tunduk pada peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi baik secara keseluruhan atau sebagaian.
Negara yang sudah terikat konvesi tersebut harus melakukan hubungan diplomatik berlandaskan konvensi yang sudah disepakati karena jika suatu Negara melanggar maka akan ada reaksi seperti surat protes, denials/accusation (tuduhan/penyangkalan), pemanggilan dubes untuk konsultasi, penarikan dubes, ancaman boikot atau embargo ekonomi (parsial atau total), propaganda anti negara tersebut di dalam negeri, pemutusan hubungan diplomatik secara resmi, mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan nonviolent, peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), blokade formal, penggunaan kekuatan militer terbatas (limited use of force) dan pencetusan perang. Dapat menjadi salah satu contoh pelanggaran diplomatik yang dilakukan brasil kepada Indonesia saat melakukan penundaan penyerahan surat kepercayaan kepada duta besar Indonesia untuk brasil yang merupakan salah satu pelanggaran hak tak dapat diganggu gugat (inviolable atau inviolability) yang dimiliki Duta Besar, seperti tidak boleh dihalang-halangi aktivitas diplomatiknya, mobilitas fisik dan komunikasinya oleh negara tempat dia ditempatkan. Dalam praktik diplomatik jika suatu Negara melanggar hak inviolable maka Negara yang melanggar tersebut harus melakukan perbaikan sikap. Dengan adanya penundaan penyerahan surat kepercayaan ini maka presiden jokowi menarik pulang duta besar toto riyanto dan tidak menugaskan duta besar toto riyanto ke brasil sebelum ada surat permohonan maaf dari brasil. (http://www.antaranews.com/berita/481892/soal-penarikan-duta-besar-indonesia-untuk-brasil diakses pada 10 oktober 2016 pukul 3:45)
Referensi:
Roy, S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Novianti. 1997. Hak dan kewajiban negara penerima terhadap duta besar negara asing sebelum dan sesudah diangkat oleh negara pengirim menurut hukum diplomatic. Artikel jurnal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar