Diplomasi
dan Hukum Internasional
Tak
satu Negara pun bisa hidup sendiri sepenuhnya di dunia sekarang ini. Setiap
Negara harus mampu melakukan hubungan dengan Negara lain entah disatu aspek
atau beberapa aspek yang dapat kedua Negara sepakati. Dengan menjalankan
hubungan internasional dengan suatu Negara tidak dapat terlepaskan dari kata
diplomasi yang dapat didefinisikan menurut Ellis
Briggs yaitu diplomasi adalah sebuah kegiatan urusan official dengan cara
mengirim seseorang untuk mewakili pemerintahan. Dalam menjalankan diplomasi suatu
Negara turut serta melakukan hubungan luar negeri serta politik luar negeri
kepada Negara lain yang bertujuan untuk memberikan mekanisme dan personalia
bagi pelaksanaan politik luar negeri yang diambil pemerintahan.
Hubungan
diplomatik memiliki beberapa dasar hukum yang tertulis untuk memeberikan
peraturan atau dasar kepada Negara-negara yang melakukan hubungan diplomatik
yaitu:
·
Kongres Konvensi antara raja-raja 1815: kebiasaan harus dibuat
menjadi hukum tertulis
·
Konvensi wina tentang Hubungan
diplomatik tahun 1961 (Vienna Convention on Diplomatic Relations) . Telah
diratifikasi dalam hukum nasional RI UU Nomor 1 Tahn 1982 Tentang Pengesahan
Konvensi Wina tentang hubungan diplomatik tahun 1961)
·
Konvensi Wina 1963 tentang hubungan
konsuler
·
Konvensi mengenai misi-misi khusus tahun
1969 (vienna convention on spesial mission) . Telah diadopsi RI ke hukum
nasional melalui UU Nomor 2 Tahun 1982
Tentang Pengesahan Konvensi mengenai misi-misi khusus
·
UU Nomor 37 TAHUN 1999 Tentang Hubungan
Luar Negeri : 1) pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, 2)
kekebalan, hak istimewa dan pembebasan, 3) perlindungan kepada warga negara
indonesia, 4)pemberian suaka dan masalah pengunsi , 5) pemberian dan penerimaan
surat-surat kepercyaan
Dengan
berkembangannya hubungan antar Negara maka dianggap perlu untuk membuat dasar
hukum yang dapat menjadi dasar Negara untuk melakukan hubungan diplomatik yang
telah dipaparkan diatas. Hampir semua negara yang mengadakan hubungan
diplomatik menggunakan ketentuan dalam konvensi tersebut sebagai landasan hukum
pelaksanaannya. Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut maka tiap
negara haruslah menjadi pihak dalam konvensi. Adapun kesepakatan untuk
mengikatkan diri pada konvensi merupakan tindak lanjut negara-negara setelah
diselesaikan suatu perundingan untuk membentuk perjanjian internasional.
Tindakan-tindakan inilah yang melahirkan kewajiban-kewajiban tertentu bagi
negara, kewajiban tersebut antara lain adalah kewajiban untuk tidak melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan maksud dan tujuan konvensi. Akibat dari
pengikatan diri ini adalah negara-negara yang menjadi peserta harus tunduk pada
peraturan-peraturan yang terdapat dalam konvensi baik secara keseluruhan atau
sebagaian.
Negara
yang sudah terikat konvesi tersebut harus melakukan hubungan diplomatik
berlandaskan konvensi yang sudah disepakati karena jika suatu Negara melanggar maka
akan ada reaksi seperti surat protes, denials/accusation
(tuduhan/penyangkalan), pemanggilan dubes untuk konsultasi, penarikan dubes,
ancaman boikot atau embargo ekonomi (parsial atau total), propaganda anti
negara tersebut di dalam negeri, pemutusan hubungan diplomatik secara resmi,
mobilisasi pasukan militer (parsial atau penuh) walaupun sebatas tindakan
nonviolent, peniadaan kontak antar warganegara (termasuk komunikasi), blokade
formal, penggunaan kekuatan militer terbatas (limited use of force) dan
pencetusan perang. Dapat menjadi salah satu contoh pelanggaran diplomatik yang
dilakukan brasil kepada Indonesia saat melakukan penundaan penyerahan surat
kepercayaan kepada duta besar Indonesia untuk brasil yang merupakan salah satu
pelanggaran hak tak dapat diganggu gugat (inviolable atau inviolability) yang
dimiliki Duta Besar, seperti tidak boleh dihalang-halangi aktivitas
diplomatiknya, mobilitas fisik dan komunikasinya oleh negara tempat dia
ditempatkan. Dalam praktik diplomatik jika suatu Negara melanggar hak
inviolable maka Negara yang melanggar tersebut harus melakukan perbaikan sikap.
Dengan adanya penundaan penyerahan surat kepercayaan ini maka presiden jokowi
menarik pulang duta besar toto riyanto dan tidak menugaskan duta besar toto
riyanto ke brasil sebelum ada surat permohonan maaf dari brasil. (http://www.antaranews.com/berita/481892/soal-penarikan-duta-besar-indonesia-untuk-brasil
diakses pada 10 oktober 2016 pukul 3:45)
Referensi:
Roy,
S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar