Perwakilan Diplomatik, Konsuler, dan Protokuler
Perwakilan Diplomatik
Perwakilan diplomatik adalah petugas negara yang dikirim ke
negara lain untuk menyelenggarakan hubungan resmi antar negara. Perwakilan
diplomatik merupakan alat pelengkap utama dalam hubungan internasional.
Perwakilan diplomatik merupakan penyambung lidah dari negara yang diwakilinya.
Kedudukan perwakilan diplomatik biasanya berada di ibukota negara penerima.
Selain itu, semua kepala perwakilan diplomatik pada suatu negara tertentu
biasanya bertempat tinggal di ibukota negara merupakan satu corps diplomatique.
Untuk dapat menjalankan hubungan diplomatik dengan negara
lain perlu adanya pengakuan (recognition)
terlebih dahulu terhadap negara tersebut, terutama oleh negara yang akan
menerima perwakilan diplomatik suatu negara (Receiving State). Setelah mengalami perkembangan, pada akhirnya
negara-negara kemudian mengkodifikasikan kebiasaan-kebiasaan internasional yang
berkaitan dengan perwakilan diplomatik asing yang dianggap penting
pelaksanaannya kedalam Vienna Convention
on Diplomatic Relations, 1961, yang kemudian disusul dengan pembentukan Vienna Convention on Consular Relations,
1963, beserta protokol tambahannya masing-masing.
Setelah adanya kesepakatan antara negara pengirim dengan
negara penerima, ke depannya para wakil yang menjadi pejabat diplomatik,
termasuk juga pejabat konsuler diberikan hak kekebalan dan keistimewaan untuk
dapat menjalankan tugas atau misinya dengan baik dan tidak menghadapi halangan
seperti adanya pencegahan masuknya pejabat-pejabat dari negara penerima ke
dalam gedung diplomatik, kecuali disetujui oleh kepala misi, karena dapat
dianggap mencampuri urusan negara pengirim begitu pula sebaliknya, selain itu
negara penerima harus menyediakan sarana yang pantas kepada perwakilan
diplomatik asing di negaranya, kemudian mengijinkan dan melindungi kemerdekaan
berkomunikasi pada pihak perwakilan diplomatik asing tersebut agar tidak ada
hambatan untuk berkomunikasi dengan Pemerintah Negara pengirimnya untuk
melaksanakan fungsi-fungsinya. Pemberian kekebalan dan keistimewaan bagi para
pejabat diplomatik yang didasarkan pada prinsip timbal balik (principle of reciprocity) antar negara
seperti yang telah disebutkan sebelumnya sudah lama menjadi bagian dari sejarah
diplomasi, dan hal ini sudah dianggap sebagai kebiasaan internasional.
Konsuler
Pada
abad ke-12, lembaga konsuler tumbuh dan berkembang dari adanya
kegiatan-kegiatan perdagangan dan pelayanan. Pesatnya perkembangan
perdagangan dan pelayanan telah mempengaruhi sistem konsuler, yang dimana
mengurus kegiatan perdagangan dan pelayanan di negara asing, sistem konsuler
ini dahulu juga mengurus kegiatan di bidang sipil dan pidana, namun semenjak adanya sistem perwakilan
diplomatik, kegiatan tersebut menjadi urusan atau tugas perwakilan diplomatik.
Hak-hak dan kekebalan perwakilan diplomatik diatur oleh hukum kebiasaan, namun
berbeda dengan lembaga konsuler, ketentuan mengenai hak-hak dan kekebalan
lembaga konsuler diatur oleh hukum nasional dan hukum internasional.
Fungsi perwakilan konsuler secara
rinci disebutkan dalam pasal 5 konvensi Wina mengenai Hubungan Konsuler dan
Optimal Protokol tahun 1963, yaitu :
1.
Melindungi kepentingan
negara pengirim dan warga negaranya di dalam negara penerima di dalam
batas–batas yang diizinkan oleh hukum internasional,
2.
Memajukan
pembangunan hubungan dagang, ekonomi, kebudayaan, dan ilmiah antar kedua
negara,
3.
Mengeluarkan
paspor dan dokumen yang pantas untuk orang yang ingin pergi ke negara pengirim,
4.
Bertindak
sebagai notaris dan pencatat sipil serta melakukan peraturan perundang–undangan
negara penerima
Penempatan orang yang
sama sebagai duta atau konsul untuk dua negara atau lebih negara, adalah suatu
cara untuk dapat menolong menyelesaikan masalah tersebut, walaupun hal ini
tidak mungkin dapat mengatasi seluruh kesukaran yang dihadapi oleh
negara-negara kecil yang bersangkutan selain dari penempatan seorang duta atau
konsul untuk dua atau lebih negara ini hanya dapat dilakukan selama
negara-negara penerima tidak menyatakan keberatannya.
Hak
Istimewa dan Kekebalan Diplomatik
Seorang diplomat dapat memperoleh hak-hak istimewa
dikarenakan; (1) Diplomat merupakan wakil sah dan simbolis kepala negaranya.
Oleh karena itu, pemberian beberapa privilese kepada diplomat menunjukkan
pencerminan penghormatan yang ditujukan kepada kepala negaranya khususnya dan
kepada bangsanya umumnya; (2) Adanya keinginan untuk memungkinkan pejabat
diplomatik menjalankan tugas-tugasnya dan fungsinya bebas dari pembatasan
tertentu yang dikenakan oleh hukum setempat. Berikut ini beberapa hak istimewa
yang diperoleh yaitu, adanya kekebalan dan keistimewaan misi khusus, pembebasan
dari Bea Cukai dan pemeriksaan, pembebasan dari jaminan sosial, pajak dll.
Pembukaan
Hubungan Konsuler
Pembukaannya berpedoman pada Pasal 2
Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler yang berbunyi:
1.
Pembukaan hubungan-hubungan konsuler antara
negara-negara berlangsung atas dasar persetujuan bersama.
2.
Persetujuan diberikan kepada pembentukan hubungan
diplomatik antara dua Negara menyiratkan, kecuali dinyatakan lain, menyetujui
pembentukan hubungan konsuler.
3.
Setelah pemutusan hubungan diplomatik tidak akan ipso
facto melibatkan pemutusan konsuler hubungan. Tugas dan Fungsi Pejabat Perwakilan
Konsuler
Seperti yang diketahui, perwakilan konsuler tidak memiliki
wewenang yang sama seperti perwakilan diplomatik. Selain itu, perwakilan
konsuler juga tidak mewakili negaranya karena umumnya ditempatkan di kota-kota
perdagangan atau kota-kota pelabuhan. Perwakilan konsuler juga tidak memiliki
kekebalan diplomatik penuh. Seorang konsuler tidak memerlukan surat kepercayaan
(Letter of credence), tetapi
mempunyai surat pengangkatan (consulair
patent atau Surat Tauliah) yang dibuat oleh menteri luar negeri.
Mulai
dan Berakhirnya Fungsi Perwakilan Konsuler
Perwakilan konsuler mulai melakukan
tugasnya setelah ada pemberitahuan yang pantas kepada pemerintah negara
penerima tentang kedatangan dan keberangkatan pejabat konsuler beserta staff
atau keluarganya. Dalam Pasal 24 Konvensi Wina 1963 ditentukan sebagai berikut:
1.
Menteri Luar Negeri negara penerima atau orang diberi
kuasa oleh menteri harus memberitahukan tentang:
a.
Pengangkatan anggota-anggota pos konsuler, atas
kedatangan mereka setelah ditunjuk untuk menempati pos konsuler, keberangkatan
terakhir atau berakhirnya masa tugas mereka dan karena terjadi pergantian
statusnya yang mungkin disebabkan oleh pelayanan mereka di pos konsuler itu;
b.
Kedatangan dan keberangkatan terakhir bagi anggota
keluarga mereka bersama anggota pejabat konsuler yang tinggal serumah
dengannya, di mana secara layak memberitahukan kedatangan orang-orang tersebut
kembali bergabung menjadi anggota keluarga pejabat konsuler tersebut;
c.
Kedatangan dan keberangkatan terakhir dari anggota staf
pribadi pejabat konsuler yang bersangkutan;
d.
Seseorang yang bertempat tinggal tetap dan bebas di
negara penerima sebagai aggota pos konsuler, atau sebagai anggota pelayan
pribadi berhak atas imunitas tertentu.
e.
Apabila memungkinkan, kedatangan dan keberangkatan
terakhir dapat diberitahukan lebih awal.
Sedangkan fungsi para anggota pos konsuler dinyatakan akan
berakhir dalam Pasal 25 Konvensi Wina, adalah sebagai berikut:
1.
Atas pemberitahuan oleh negara pengirim kepada negara
penerima bahwa fungsinya sudah berakhir;
2.
Atas penarikan kembali exequatur oleh negara pengirim;
3.
Atas pemberitahuan oleh negara penerima kepada negara
pengirim bahwa negara penerima telah mengakhiri atau tidak lagi menganggap
mereka sebagai anggota staf perwakilan konsuler.
Protokuler
Protokuler berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos adalah
pertama dan kolla adalah perekat, perekat pertama. Protokuler merupakan
peraturan-peraturan yang bersifat mengikat mengenai etika diplomatik, konsuler,
dan lain sebagainya agar terciptanya hubungan diplomatik atau konsuler yang
baik dan lancar sehingga terciptanya kepentingan bersama.
Menurut Sumaryo Suryokusumo, dalam tulisannya menjelaskan
makna istilah “protocol” dalam tiga pengertian yaitu:
1.
Aturan-aturan di dalam etika diplomatik dan praktik-praktik
lainnya yang bersifat seremonial, termasuk formalitas-formalitas diplomatik;
2.
Suatu persetujuan pendahuluan yang ditandatangani oleh
wakil dari dua negara atau lebih mengenai kesepakatan yang dicapai melalui
pembicaraan;
3.
Bagian dari perjanjian atau instrumen hukum
internasional lainnya dibuat oleh negara-negara.
SUMBER :
Roy, L.S. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Roy, L.S. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar