Diplomasi dan Hukum Internasional
Semenjak lahirnya negara, semenjak itu pula lahirnya
hubungan internasional dan diplomasi. Dalam hubungannya satu sama lain negara
mengirim utusannya untuk berunding dengan negara lain dalam rangka
memperjuangkan dan mendapatkan kepentingan nasionalnya disamping untuk
mengupayakan kepentingan bersama antar negara. Cara yang dilakukan dalam
pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mempererat hubungan
tersebutlah yang dinamakan diplomasi.
Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang
berhubungan dengan hubungan diplomatic berasal dari hukum kebiasaan. Pada
Kongres Wina tahun 1815, para raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk
membuat hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis. Namun, tidak banyak
yang dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hierarki
diplomat yang kemudian dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21
November 1818.
Lalu pada tahun 1961 diadakan konferensi untuk membahas
masalah-masalah dan kekebalan diplomatik. Konferensi tersebut bernama the
United Nations Conference on Diplomatic Intercourse and Immunities yang
mengadakan sidangnya di Wina dari tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961. Wina
dipilih sebagai tempat pelaksanaan konferensi dengan pertimbangan historis
karena konferensi pertama mengenai hubungan diplomatik diselenggarakan di kota
tersebut pada tahun 1815.
Konvensi itu diterima oleh 72 negara, tidak ada yang
menolak dan satu negara abstein. Pada tanggal 18 April 1961 wakil dari 75
negara menandatangani konvensi tersebut, yang terdiri dari mukadimah, 53 pasal,
dan 2 protokol. Tiga tahun kemudian pada tanggal 24 April 1964 hasil konvensi
tersebut mulai diberlakukan. Sekarang hampir seluruh negara di dunia telah
meratifikasi konvensi tersebut termasuk Indonesia yang meratifikasinya dengan
Undang-Undang No.1 tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.
Pembukaan
dan pemeliharaan hubungan diplomatik yang baik dengan negara lain merupakan
perwujudan nyata dari kedaulatan suatu negara. Sebagai entitas yang merdeka dan
berdaulat, negara saling mengirimkan wakilnya dan merundingkan hal-hal yang
merupakan kepentingan bersama, mempererat hubungan, ataupun menghindari terjadinya
konflik. Karena itu dibutuhkan suatu perangkat yang mengatur itu semua, yakni
hukum internasional. Di mana pada awalnya hukum internasional yang hanya berupa
kebiasaan-kebiasaan yang bersifat universal dan kurang mengikat, namun sekarang
kebiasaan tersebut telah menjadi hukum legalitas yang mengatur hubungan
internasional sekarang ini.
Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik pun telah
menjadi konvensi universal karena hampir seluruh negara di dunia telah
mengadopsi konvensi tersebut. Setiap negara di dunia memainkan dua peran
sekaligus, yakni sebagai negara pengirim dan negara penerima. Bila suatu negara
lalai dalam memberikan hak-hak istimewa, kekebalan atau perlindungan terhadap
wakil negara asing di negara tersebut, maka negara pengirim wakil pun diperkirakan
akan mengambil tindakan yang sama.
Oleh karena itu, merupakan kewajiban suatu negara untuk
memberikan perlakuan baik kepada perwakilan-perwakilan diplomatik asing dan
anggotanya agar wakil negara tersebut juga mendapat perlakuan yang baik pula di
negara lain. Walaupun konvensi ini sudah berumur cukup lama dan tentunya
perkembangan hubungan diplomatik dewasa ini sangat jauh lebih kompleks, namun
ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut masih tetap menjadi
pedoman dan landasan bagi penyelenggaraan hubungan dan kegiatan diplomasi antar
negara.
Referensi :
Mauna, Boer. 2011. Hukum Internasional, Pengertian, Peran, Fungsi dalam Era Dinamik Global.
Bandung: PT.Alumni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar