Kamis, 06 Oktober 2016

Diplomasi dan Hukum Internasional - Ichwan Bagus Sumaryoso 0 2014230031





                                                      Diplomasi dan Hukum Internasional

         


   Semenjak lahirnya negara, semenjak itu pula lahirnya hubungan internasional dan diplomasi. Dalam hubungannya satu sama lain negara mengirim utusannya untuk berunding dengan negara lain dalam rangka memperjuangkan dan mendapatkan kepentingan nasionalnya disamping untuk mengupayakan kepentingan bersama antar negara. Cara yang dilakukan dalam pendekatan dan berunding dengan negara lain untuk mempererat hubungan tersebutlah yang dinamakan diplomasi.
            Sampai dengan tahun 1815 ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan hubungan diplomatic berasal dari hukum kebiasaan. Pada Kongres Wina tahun 1815, para raja yang ikut dalam konferensi sepakat untuk membuat hukum kebiasaan tersebut menjadi hukum tertulis. Namun, tidak banyak yang dicapai dan mereka hanya menghasilkan satu naskah saja yaitu hierarki diplomat yang kemudian dilengkapi dengan protokol Aix-La-Chapelle tanggal 21 November 1818.
            Lalu pada tahun 1961 diadakan konferensi untuk membahas masalah-masalah dan kekebalan diplomatik. Konferensi tersebut bernama the United Nations Conference on Diplomatic Intercourse and Immunities yang mengadakan sidangnya di Wina dari tanggal 2 Maret sampai 14 April 1961. Wina dipilih sebagai tempat pelaksanaan konferensi dengan pertimbangan historis karena konferensi pertama mengenai hubungan diplomatik diselenggarakan di kota tersebut pada tahun 1815.
            Konvensi itu diterima oleh 72 negara, tidak ada yang menolak dan satu negara abstein. Pada tanggal 18 April 1961 wakil dari 75 negara menandatangani konvensi tersebut, yang terdiri dari mukadimah, 53 pasal, dan 2 protokol. Tiga tahun kemudian pada tanggal 24 April 1964 hasil konvensi tersebut mulai diberlakukan. Sekarang hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut termasuk Indonesia yang meratifikasinya dengan Undang-Undang No.1 tahun 1982 pada tanggal 25 Januari 1982.
Pembukaan dan pemeliharaan hubungan diplomatik yang baik dengan negara lain merupakan perwujudan nyata dari kedaulatan suatu negara. Sebagai entitas yang merdeka dan berdaulat, negara saling mengirimkan wakilnya dan merundingkan hal-hal yang merupakan kepentingan bersama, mempererat hubungan, ataupun menghindari terjadinya konflik. Karena itu dibutuhkan suatu perangkat yang mengatur itu semua, yakni hukum internasional. Di mana pada awalnya hukum internasional yang hanya berupa kebiasaan-kebiasaan yang bersifat universal dan kurang mengikat, namun sekarang kebiasaan tersebut telah menjadi hukum legalitas yang mengatur hubungan internasional sekarang ini.
            Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik pun telah menjadi konvensi universal karena hampir seluruh negara di dunia telah mengadopsi konvensi tersebut. Setiap negara di dunia memainkan dua peran sekaligus, yakni sebagai negara pengirim dan negara penerima. Bila suatu negara lalai dalam memberikan hak-hak istimewa, kekebalan atau perlindungan terhadap wakil negara asing di negara tersebut, maka negara pengirim wakil pun diperkirakan akan mengambil tindakan yang sama.
            Oleh karena itu, merupakan kewajiban suatu negara untuk memberikan perlakuan baik kepada perwakilan-perwakilan diplomatik asing dan anggotanya agar wakil negara tersebut juga mendapat perlakuan yang baik pula di negara lain. Walaupun konvensi ini sudah berumur cukup lama dan tentunya perkembangan hubungan diplomatik dewasa ini sangat jauh lebih kompleks, namun ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konvensi tersebut masih tetap menjadi pedoman dan landasan bagi penyelenggaraan hubungan dan kegiatan diplomasi antar negara.

Referensi :
Mauna, Boer. 2011. Hukum Internasional, Pengertian, Peran, Fungsi dalam Era Dinamik Global. Bandung: PT.Alumni

Tidak ada komentar:

Posting Komentar