Propaganda dan Diplomasi
Propaganda.
Secara umum kata tersebut bisa berarti mempromosikan suatu ide tertentu. Dalam
bahasa latin propaganda sendiri berarti menuai
atau menyebarkan. Jowett dan donell dalam buku mereka Propaganda dan Persuasi
mengatakan bahwa propaganda itu berbeda apabila dalam jurnalisme propaganda
dikenal sebagai proses mengolah cerita, kejadian atau berita demi menunjukan
sisi baiknya dan menutup-nutup sisi buruk. Dalam politik proses propaganda
lebih ke arah penyebaran dan dampak dari suatu cerita, berita atau kejadian
kepada opini publik. Dalam diplomasi proses propaganda mungkin lebih kepada
menyetir opini lawan kepada apa yang diinginkan oleh orang yang melakukan
propaganda.
Untuk lebih
lengkapnya dilihat pada buku diplomasi oleh S.L. Roy. Dalam bagian propaganda
dan diplomasi ia menuliskan beberapa point-point penting seperti defenisi dari
propaganda itu sendiri. Ia menuliskan penjelasan Terrance Qualter yang
menjelaskan bahwa “Propaganda adalah usaha yang disengaja oleh kelompok atau
individu melalui pemakaian instrumen komunikasi dengan maksud bahwa pada
situasi tertentu reaksi dari mereka yang dipengaruhi adalah seperti yang
diinginkan oleh propagandis.” Berdasarkan penjelasaan tersebut Roy juga menekankan
pada kata “Usaha yang disengaja” sebagai kunci dari gagasan propaganda dan ia
juga berpendapat bahwa hal tersebutlah yang memisahkan antara propaganda dan
non-propaganda. Selain itu ia mengatakan bahwa tiap tindakan promosi hanya bisa
menjadi propaganda bilamana itu menjadi bagian dari kampanye yang disengaja
untuk menghasilkan aksi melalu kontrol sikap dan dari kontrol sikap itu aksi
yang diinginkan oleh propagandis. Perlu adanya pengetahuan psikologi manusia
demi menyampaikan propaganda yang tepat. Roy memberikan contoh ketika Woodrow
Wilson berhasil menyeru rakyat Jerman untuk menyerah kepada sekutu ketika
perang dunia pertama dengan cara menyebarkan teks pidato forteen point wilson di balik garis pertahanan jerman pada saat itu
sehingga berhasil mendorong rakyat Jerman untuk mendesak pangeran maximillan,
kanselir jerman pada saat itu untuk melakukan perundingan damai maka dari itu,
namun apa bila propaganda gagal, maka hal tersebut bisa merusak hubungan negara
dengan negara lainnya karena dianggap sebagai ikut campur dalam urusan dalam
negeri suatu negara seperti yang juga terjadi pada italia rakyat italia tidak
bisa dipropagandakan untuk menekan perdana menteri italia pada saat itu. Roy juga
mengatakan bahwa kondisi politik sudah berubah, tidak lagi hanya masyarakat
elit yang terlibat dalam perpolitikan tetapi juga masyarakat umum lainnya
sehingga penting propaganda untuk mempengaruhi masyarakat umum walaupun itu
harus menggunakan setengah-kebohongan, ataupun kebohongan penuh.
Dari point-point
yang sampaikan oleh S.L. Roy dapat dilihat gambaran mengenai propaganda dalam
diplomasi dapat dilihat beberapa point yang perlu diperhatikan. Baik dalam
penjelasan Qualter ataupun dari penekanan yang diberikan Roy pada statement
Qualtter, “Propaganda adalah usaha yang disengaja oleh kelompok atau individu
melalui pemakaian instrumen komunikasi dengan maksud bahwa pada situasi
tertentu reaksi dari mereka yang dipengaruhi adalah seperti yang diinginkan
oleh propagandis.” Apa bila hanya disimpulkan seperti itu maka akan sulit untuk
membedakan propaganda dengan cara komunikasi lainnya seperti persuasi, jika
dilihat secara umum keduannya sama-sama mencoba untuk mempengaruhi lawan
bicaranya sehingga lawan bicara mau mengikuti apa yang dikatakan oleh orang
yang menyampaikannya. Jowett dan Donell berpendapat melalu buku mereka yang
berjudul bahwa yang membedakan bahwa
propaganda hanya bertujuan untuk memenuhi respon yang akan memuaskan
kepentingan dari orang yang melakukan propaganda sedangkan persuasi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
orang yang melakukan persuasi dan lawan bicaranya. Sehingga dapat dilihat bahwa
yang membedakannya adalah tujuan akhirnya.
Dari segi
propaganda dalam diplomasi. Dari poin-poin yang dijabarkan oleh Roy, dilihat
bahwa propaganda adalah proses komunikasi untuk menkontrol aksi dari lawan
komunikasi sehingga lawan akan mengikuti apa yang diinginkan oleh propagandis. Jowett
dan Donell juga memiliki pendapat yang hampir sama dengan roy, mereka
berpendapat bahwa “Propaganda adalah proses untuk membentuk pandangan,
memanipulasi arti, dan kelakuan. Dilakukan secara sistematis dan disengaja demi
memenuhi maksud dari si propagandis.” Contoh yang diberikan oleh Jowett dan
Donell adalah ketika Amerika melancarkan “War
on terror” dalam wawancara presiden George W. Bush mengatkan bahwa perang
Amerika dengan Al-Qaeda adalah suatu “Crusade”
dalam maksud untuk mendapatkan memperkuat legitimasi serangan amerika serikat
ke Afganistan dan Iraq di masyarakat negara-negara barat serta memperkuat
semangat warganya untuk membalas serangan 9/11.Namun Negara-negara Eropa dan
Komunitas Islam dunia justru menangkapnya sebagai suatu tanggapan yang
mengatkaan bahwa Bush ingin menaklukan
islam, kata tersebut membuat bush langsung menarik katanya dan mengunjungi Islamic
Center di Washington D.C. dengan maksud untuk menunjukan bahwa bukan itu yang
ia maksud, namun Osama bin Laden melihat kata-kata bush sebagai bahan
propaganda rekrutmen pasukan Al-Qaeda dan celaan kepada para Crusader dari Amerika yang pada akhirnya
semakin memburukan pandangan negara-negara yang dimana memiliki mayoritas
muslim. Sehingga dari contoh tersebut kembali membuktikan bahwa betul apa yang
dikatakan oleh Roy bahwa apabila Propaganda tidak berhasil maka akan memberikan
dampak buruk pada kredibelitas negara. Leo Bogart mantan pemimpin Asosiasi
Peneliti Opini Publik Amerika Serikat mengatkan bahwa seorang propagandis harus
tau apa argumen terbaik yang harus dikeluarkan kepada para audiens. Ia juga
harus memiliki pemikiran yang bagus, jenius, dan bisa membaca apa yang di
pikirkan audiens dan apa reaksi yang akan dikeluarkan audiens.
Sehingga dari
penjabaran diatas dapat dilihat peran propaganda dalam diplomasi yaitu untuk
mengendalikan atau mungkin memanipulasi lawan agar mau melakukan apa yang
diinginkan oleh si propagandis. Dengan semakin berkembangnya teknologi yang
memudahakan komunikasi dan semakin berkembangnya zaman, meningkatnya pengaruh
aktor-aktor non-negara dalam dunia internasional semakin menunjukan betapa
pentingnya untuk mengendalikan pandangan mereka.
Referensi
Roy, S.L. 1991. Diplomasi. Jakarta. Rajawali.
Jowett, Garth S. & O’Donnel, Victoria. 2012. Propaganda and Persuasion. California.
SAGE Publications
Heckscher, August. 1991. Woodrow Wilson. Easton
Press. Norwalk.
http://www.csmonitor.com/2001/0919/p12s2-woeu.html
(Diakses pada 21-09-2016, 21:34)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar