Tipe-Tipe Diplomasi dan Instrumen
Diplomasi
A. Instrumen Diplomasi
Instrumen dapat dikatakan sebagai
suatu alat bantu atau strategi didalam berdiplomasi. Instrumen tersebut dapat
dipakai oleh sebuah negara dalam mencapai tujuan-tujuan diplomatiknya. Didalam
buku S. L Roy (1991), Kautilya menjelaskan terdapat empat prinsip utama
instrumen diplomasi yaitu:
- sama (perdamaian atau negosiasi),
- dana (memberi hadiah atau konsensi)
- danda (menciptakan perselisihan),
- bedha (mengancam atau menggunakan kekuatan nyata.
Selain
itu terdapat juga tiga model tingkah laku suatu negara dalam upaya mencapai
tujuan diplomatiknya, menurut beberapa penulis barat yaitu co-operation (kerjasama) hal ini dapat dilakukan melalui sebuah
negosiasi, sehingga maksud yang ingin dicapai oleh suatu negara dapat berhasil,
accomodation (penyesuaian) dan opposition (penentangan) dimana metode
ini bisa dikatakan sama halnya seperti bedha,
yaitu adanya penentangan atau dapat berupa suatu ancaman ketika terjadi penyimpangan
dari proses negosiasi yang tidak diharapkan oleh salah satu pihak. Instrumen ternyata juga
dapat digunakan sebagai sarana lain bagi sejumlah negara dalam berdiplomasi
demi mencapai sebuah tujuan yang diinginkan.
B.
Tipe-Tipe Diplomasi
Didalam bukunya yang berjudul
‘Diplomasi’, S. L Roy membagi Diplomasi ke dalam beberapa tipe berdasarkan
metode yang dipakai. Berikut Tipe-Tipe Diplomasi yang dapat kita kenal dan
pelajari:
1.
Diplomasi Komersial
Menurut Nicholson, Diplomasi Komersial merupakan diplomasi
borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada anggapan bahwa penyelesaian
kompromis antara mereka yang berselisih melalui negosiasi adalah ”pada umumnya
lebih menguntungkan daripada penghancuran total musuh-musuh”. Tipe diplomasi ini
merupakan tipe diplomasi yang dapat dikatakan selalu dihubungkan dengan faktor
ekonomi. Karena melihat realita yang dihadapi oleh negara-negara di dunia,
dimana saat ini keadaan ekonomi ataupun uang adalah salah satu kekuatan yang
utama bagi negara-negara tersebut untuk mendapatkan beberapa kepentingan
nasionalnya. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara pun memilih untuk
berdiplomasi dengan cara-cara yang damai dan tentunya menguntungkan dalam upaya
meningkatkan sumberdayanya. Dalam tipe ini, perdagangan internasional dan
bantuan internasional dikenal dan digunakan sebagai alat diplomasi yang
memudahkan terutama dalam masa damai. Perekonomian menjadi penting dalam
diplomasi ini karena beberapa hal, diantaranya adalah untuk menghindari
penyelesaian perselisihan dengan konflik bersenjata bahkan ancaman perang
nuklir, selain itu juga karena dampak dari Perang Dunia II yang mana
negara-negara kolonial kehilangan kekuatannya dalam skala besar, beberapa hal
setelah itu pada akhirnya mendorong peningkatan ketergantungan ekonomi dan yang
terakhir adalah ketika adanya negara yang lemah secara ekonomi harus ditopang
dengan suplai militer maupun pinjaman seperti yang dilakukan oleh Amerika dalam
marshall plan-nya ketika memberikan pinjaman kepada Eropa Barat pasca Perang
untuk memperkuat angkatan bersenjata sekutu-sekutunya di Eropa Barat. Oleh karena itu menurut
S.L Roy, bantuan ekonomi sebagai instrumen diplomasi telah digunakan sedemikian
baiknya. Untuk menghindari defisit perdagangan dan kesulitan ekonomi, suatu
negara sering membuat tarif protektif serta perjanjian-perjanjian bilateral dan
multilateral.
2.
Diplomasi Demokratis
Tipe diplomasi ini merupakan tipe baru
dari ‘Diplomasi Terbuka’ yang lebih menunjukan kemajuan yang signifikan dalam
penerapannya. Prinsipnya, tipe diplomasi ini dalam setiap langkah ataupun
tahapan penerapannya harus dilakukan secara transparan di mata publik dan tidak
hanya menjadi rahasia di tangan-tangan para diplomat saja. Nicholson dalam buku S.L roy 'Diplomasi' menerangkan
teori dasar dari tipe diplomasi ini yaitu “Diplomat, sebagai abdi negara,
bertanggung jawab kepada Menteri Luar Negeri; Menteri Luar Negeri sebagai
anggota Kabinet bertanggung jawab kepada mayoritas Parlemen; dan Parlemen yang
tiada lain sebagai Majelis Perwakilan, bertanggung jawab terhadap kehendak
rakyat yang berdaulat”.
Dalam diplomasi ini, faktor terpenting
yang dapat membantu terwujudnya kontrol demokratis dalam diplomasi adalah
masalah ratifikasi perjanjian legislatif. Faktor tersebut pun pernah menarik
perhatian masyarakat dunia yaitu saat Senat Amerika menolak untuk meratifikasi
Treaty of Versailles. Padahal dalam pebentukan perjanjian tersebut, presiden
Woodrow Wilson telah mengambil bagian yang sangat penting. Tetapi sayangnya
pada saat ia merupakan eksponen utama dalam gagasan “perjanjian terbuka yang
dicapai secara terbuka”, ia tidak melakukan perundingan secara terbuka, tetapi
ia melakukannya dalam cara rahasia. Karena hal itu, Senat Amerika tidak
mengetahui apa tahap negosiasi yang telah dilakukan dan diputuskan oleh Wilson.
Akibatnya saat Treaty of Versailles yang di dalamnya disertakan Piagam Liga
Bangsa-Bangsa, Senat menolak untuk menandatangani Treaty of Versailles
tersebut. Hal tersebut dapat menjawab pertanyaan apabila kekuasaan tertinggi
penerimaan suatu perjanjian memang terletak pada lembaga legislatif dalam suatu
negara demokratis.
Menurut Nicholson terdapat beberapa
kelemahan dalam diplomasi demokratis. Pendapat yang dikemukakannya yaitu
apabila pihak legislatif mengingkari persetujuan yang telah ditandatangani oleh
wakil pemerintahnya,maka seluruh basis perjanjian internasional akan berada
dalam bahaya; yang pada akhirnya akan memunculkan sebuah anarki. Perlu dicatat
juga apabila fleksibilitas adalah karakteristik utama dari diplomasi yang
efektif. Bagi diplomasi yang luwes kebebasan bergerak secara maksimal merupakan
faktor yang esensial. Hal tersebut menyebabkan diplomat yang terlibat dalam
negosiasi perlu mempunyai dukungan penuh dari pemerintahnya dan juga ia harus
yakin bahwa tiap persetujuan yang dimasuki akan dihormati di negerinya. Setiap
keraguan atas hal ini akan mengahalangi kemungkinan keberhasilan. Menurut
pendapat Nicholson, kelemahan kedua yang erat berkaitan dengan yang pertama
adalah sikap masa bodoh elektorat. Dalam negara demokrasi mana pun elektorat,
yang memilih anggota legislatif, mempunyai posisi penting dalam struktur
kenegaraan.
Diplomasi tipe ini pun hampir tidak bisa
dihindarkan dari bahaya penundaan. Karena melibatkan pendapat dan penilaian
publik, tidak diragukan lagi jika diperlukannya waktu yang lebih banyak untuk
memperkirakan pendapat umum atau mempengaruhi publik agar menyetujui kebijakan
pemerintah. Selain sisi negatif tersebut, diplomasi tipe ini juga tentunya
memiliki sisi positif, yaitu meskipun harus melalui rentang waktu yang cukup
lama, penundaan pemikiran maupun perundingan yang teliti, suatu penyelesaian
yang dicapai diharapkan dapat berlangsung selamanya. Selain bahaya yang telah
disebutkan tersebut, terdapat pula bahaya ketidaktepatan. Dalam artian bahwa
keragu-raguan dan gampang berubahnya kebijaksanaan demokratis adalah beberapa
sifat buruk yang dapat dikatakan cukup menonjol. Suatu tendensi sering terlihat
di semua negara-negara demokrasi yaitu mereka lebih menyukai hal yang sifatnya
samar-samar dan menghibur daripada definisi yang tepat dan mengikat. Namun disamping itu
semua, diplomasi demokratis jika dilakukan dengan baik akan meredakan
ketegangan internasional yang terjadi di dunia modern ini.
3.
Demokrasi Totaliter
Negara totaliter
mempunyai kecenderungan yang tetap terhadap pencapaian politik luar negeri dan
hubungan diplomatiknya tersebut. sikap yang ditunjukan oleh negara yang
menggunakan diplomasi jenis ini adalah agresif dalam menghadapi targetnya.
Ciri-ciri diplomasi totaliter:
a. Pembuatan
keputusan tidak dibawah pengawasan rakyat, dalam hal ini sekelompok orang dapat
mengambil keputusan akhir dalam waktu yang singkat.
b. Diplomat
dilibatkan dalam perundingan tetapi harus mengikuti petunjuk yang diberikan
oleh atasannya.
c. Keputusan
dapat ditetapkan oleh segelintir orang tanpa debat legislative, serta adanya
jaminan kerahasiaan.
4.
Diplomasi Melalui
Konferensi
Sejak Perang Dunia I
diplomasi ini telah memainkan peranan penting dalam dunia hubungan
internasional. Tipe diplomasi ini dapat ditandai sejak munculnya Konferensi Hague
pada tahun 1899 dan 1907. Menurut Sir Maurice Hankey dalam pidatonya di tahun
1920 adalah “hampir tidak bisa diragukan lagi bahwa diplomasi melalui
konferensi akan tetap bertahan”. Namun
pada akhir tahun tiga puluhan, diplomasi ini mengalami kemunduran dari
popularitasnya dikarenakan negara demokrasi barat menyerah kepada negara-negara
fasis dalam banyak persoalan yang mencapai titik puncaknya dalam tindakan yang
memalukan dengan menandatangani Treaty of Munich. Diplomasi yang dilakukan di
PBB ini memiliki banyak konotasi diantaranya diplomasi multilateral yang muncul
sesudah PD I dalam bentuk LBB dan setelah PD II dalam bentuk PBB. Tetapi tidak
seperti badan legislatif nasional yang mana keputusan mayoritasnya mengikat
secara hukum, dalam penerapan keputusan Majelis PBB ini, semuanya dilakukan
dengan tidak mengikat secara hukum dan tidak bisa dipaksakan. Diplomasi ini pun
pada penerapannya dapat disebut diplomasi publik karena dilakukan di depan
penglihatan umum atau muka publik.
5.
Diplomasi Diam-Diam
Tipe diplomasi ini
memiliki kaitan yang erat dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa karena ini
merupakan perkembangan cara-cara diplomasi di dalam PBB itu sendiri. Diplomasi
diam ini dengan diplomasi publik memiliki hubungan yang saling melengkapi.
Pertumbuhan dan perkembangan tipe diplomasi ini sedikit banyaknya telah dibantu
oleh pengaruh sekretaris jendral PBB dalam menyelesaikan perselisihan,
ditetapkannya perwakilan tetap di markas PBB, dan perkembangan kelompok dan
blok-blok pertemuan. Tipe diplomasi ini mungkin hanya dapat dipraktekkan secara
mulus di dalam lingkungan badan dunia seperti PBB dimana para wakil negara
dapat berunding secara diam-diam tetapi tidak secara rahasia, baik secara
bilateral maupun multilateral di luar pandangan publik.
6.
Diplomasi Preventif
Diplomasi ini juga
merupakan diplomasi dengan teknik-teknik baru yang berkembang di PBB. Munculnya
tipe ini adalah dengan wujud penjagaan perselisihan di dunia ketiga agar
bersifat lokal yang terpisah atau tidak terkait dengan situasi yang penuh ancaman
karena pada pasca PD II, negara-negara yang baru merdeka memiliki ketakutan
jika hegemoni Amerika maupun Uni Soviet dalam perang dingin akan meluas ke
wilayah mereka. Sekretaris jendral pun memiliki peranannya untuk bermain dalam
diplomasi ini, seperti halnya dalam diplomasi diam-diam. Dengan adanya
diplomasi preventif ini, para negara-negara baru yang perkembangannya semakin
pesat di tahun lima puluhan, berharap agar kedaulatan negaranya tidak terganggu
sedikitpun karena bersinggungan dengan permasalahan Blok Barat dan Blok Timur.
Meskipun begitu, tetap saja diplomasi ini akan berfungsi hanya ketika negara
adikuasa mengizinkan negara-negara ketiga melakukan hal tersebut. Banyak hal
yang dapat dilaksanakan secara efektif dengan diplomasi ini salah satunya yaitu
usaha yang dilakukan untuk melokalisasi permusuhan-permusuhan dan mengakhirinya
sesegera mungkin; yang kemudian berkerja bahu membahu untuk perdamaian di masa
mendatang.
7.
Diplomasi Sumberdaya
Diplomasi ini dilakukan
oleh negara untuk memperoleh, dan mempertahankan bahan mentah yang langka dan
penting bagi keuntungan negaranya. Karena pada dasarnya sumberdaya tersebut
memiliki peran yang besar dalam perkembangan suatu negara. Sumberdaya juga
dapat menjadi pemicu peroleh penguasaan suatu negara yang tidak memiliki
sumberdaya seperti negara lain. Sumberdaya juga dapat menjadi pemicu konflik
yang diakibatkan dari perebutan antar negara. Diplomasi Sumberdaya
ini dapat dilakukan ketika suatu negara yang memiliki sumberdaya tersebut tidak
bisa memanfaatkan sumberdayanya secara maksimal dengan keterbatasan kemampuan
industri atau militer. Negara tersebut dapat melakukan kerjasama dengan negara
yang lebih mumpuni dalam bidang yang tidak mereka miliki. Contohnya hal
tersebut dilakukan oleh OPEC sebagai wadah kerjasama negara-negara penghasil
minyak. Negara-negara Timur Tengah ini meskipun cenderung masih belum maju
tetapi memiliki sumber minyak yang sangat besar. Hingga saat ini Minyak masih
menjadi sumber energi utama, yang juga mampu mempengaruhi politik dunia.
Sumberdaya ini pun memiliki peranan penting dalam proses diplomatik di dunia
dan juga arena diplomatik itu sendiri.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar