Kamis, 29 September 2016

Tipe - tipe dan Instrumen Diplomasi - Novi Putri Lestari (2014230057)



Tipe dan Instrumen Diplomasi

Instrumen Diplomasi
Suatu negaradapat mencapai tujuan diplomatiknya melalui berbagai cara. Menurut Kuatilya dapat dilakukan melalui penerapan satu atau kombinasi beberapa prinsip dari empat prinsip yaitu sama, dana, denda, bedha. Perdamaian atau negosiasi, pemberian hadiah atau konsensi, menciptakan perselisihan, mengancam atau menggunakan kekuatan nyata. Dalam mencapai tujuan diplomatiknya suatu negara menjalankan tiga model tingkah laku yakni co-operation, accomodation, opposition (kerjasama, penyesuaian, penentangan). Kerjasama dan penyuesuaian bisa dicapai melalui negosiasi yang membuahkan hasil. Apalbila negosiasi dengan cara damai gagal maka digunakan penentangan dengan penggunaan kekerasan. Meski bedha, membuat perselisihan atau memecah belah tidak memperoleh pengakuan yang cukup sebagai insturemen diplomasi tetaoi sebagai sarana penting yang dipakai oleh diplomasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


Tipe Diplomasi:
1.       Diplomasi Komersial
Nicholson menyatakan konsep diplomasi komersial, perdagangan atau shop-keeper. Menurutnya diplomasi komersial merupakan diplomasi borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada anggapan bahwa menyelesaikan masalah dapat diselesaikan melalui negosiasi, karena lebih menguntungkan daripada melalui kekerasan atau perang. Melalui negosiasi atau persetujuan untuk memberikan konsesi maka tujuan akan dapat dicapai. Uang merupakan salah satu elemen kekuatan nasional yang terpenting. Dan karena pertimbangan utama diplomasi adalah meningkatkan kepentingan nasional maka harus berhubungan dengan keuangan yang dicapai antara negaranya. Dikarenakan perkembangan teknologi maka aspek ekobkmi dan diplomasi menjadi perhatian khusus. Kekuatan suatu negara tergantung pada eumberdaya ekonominya. Maka setiap negara harus mengembangkan ekonominya melalui diplomasi dan negosisasi. Negara yang kuat berusaha memperluas oengaruhnya melalui cara-cara ekonomi. Menurut diplomasi ini, perdagangan merupakan aspek terpenting serta diikuti dengan perniagaan dan pemberian sanksi ekonomi menjadi alat diplomasi yang penting masa kini. Disebut diplomasi komersial atau ekonomi karena diplomasi ini dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi.
Menurut Joseph Frankel instrumen ekonomi berbeda dengan diplomasi dan propoganda karena tidak harus dioperasikan oleh pemerintah. Akan tetapi pada abad sekarang hubungan ekonomi erat kaitannya dengan politik internasional. Meskipun banyak perusahaan besar pada masyarakat Barat masih tunduk terhadap pemerintah. Dinegara sosialis dan negara berkembang, ekonomi dan perdagangan seluruhnya dikontrol oleh lembaga pemerintahan.
Instrumen diplomasi yang diterapkan dalam waktu perang dan damai yaitu perdagangan internasional dan bantuan internasional yang memudahkan pasa masa damai. Sedangkan selama perang bahkan selama Perang Dingim tindakan ekonomi digunakaj sebagai cara efektif untuk memaksa lawan.
Perdagangan internasional memiliki dampak bagi diplomasi dan praktek diplomasi. Lembaga diplomatik Venesia menjadi asal mula diplomasi komersial yang awalnya menggunakan mekanisme komersial. Saat itu, East India Company sedang mengunjungi kerajaan di Asia untuk mengajukan kepentingan masing-masing diwakili oleh seseorang yang memiliki status ganda yaitu  berstatus petugas dan pedagang. Setelah beberapa lama status ganda tersebut diganti dengan status masing-masing yang mewakili negaranya. Pada saat itu, para diplomat tidak suka untuk melakukan perdagangan karena mereka menganggap kegiatan tersebut merendahkan status dan kehormatannya. Seperti yang terjadi di China, Jepang dan sebagainya yang menempatkan pedagang pada status rendah dan tidak memperoleh prestis sosial apapun. Tetapi semakin berkembang pesatnya industri di negara Barat mengakibatkan menungjatnya power, prestis kapitalis serta para pedagang. Mereka mulai memiliki pengaruh dan tekanan kepada pemerintah untuk menyebarkan kekuasaan dan mendapatkan pasar baru.
Setiap diplomat berusaha untuk memajukan perdagangannya diberbagai negara. Pada akhir abad kesembilan belas faktor-faktor perdagangan dan komersial menjadi faktor penting dalam hubungan internasional dan diplomatik. Jerman dan Amerika sebagai negara dengan keunggulan barang industrinya berhasil menyatukan hubungan politik dan komersial untuk mendapatkan keuntungan finansial. Diplomasi kereta api dilakukan dengan membangun jalan-jalan kereta api yang bertujuan untuk memudahkan kegiatan eksploitasi terhadap negara lemah yang berguna untuk memperoleh kekuasaan politik dan ekoomi.
Dinegara berkembang dan lemah negara industri dan kapitalis menggunakan diplomasi dollar atau imperialisme ekonomi yang digunakan saat negara kapitalis tidak dapat memperoleh koloni maka mereka menggunakan diplomasi ini. Dikarenakan AS memimpin diplomasi ini dan tidak dapat memperoleh koloni untuk dieksploitasi, AS melakukan metode pengeksploitasian dengan cara memaksakan perjanjian yang tidak seimbang dan hanya menguntungkan pihak AS.
Sesudah berakhirnya Perang Dunia I beberapa kekaisaran runtuh, meskipun Inggris dan Prancis menambahkan banyak jajahan kedalam imperiumnya tetapi tidak dapat bertahan dalam waktu yang lama akibatnya imperialisme memperoleh dorongan pula. Kolapsnya ekonomi Jerman dan negara Eropa Tengah dan Barat semakin memperburuk krisis ekonomi sekalipun negara oemenang perang. Sehingga mereka berusaha untuk mendukung perekonomian dinegara bekas jajahan sehingga mereka mendapatkan pasar baru. Oleh karena itu, bantuan ekonomi sebagai instrumen diplomasi telah digunakan sebaik-baiknya. Untuk menghindari defisit perdagangan dann krisis ekonomi suatu negara sering membuat tarif protektif serta perjanjian bilateral dan multilateral. Perundingan dan perjanjian tidak berarti tanpa adanya melainkan diplomasi ekonomi.
Telah lama tindakan ekonomi digunakan sebagai metode pemaksaan. Selama perang suatu negara akan membuat kesulitan ekonomi kepada musuhnya melalui blokade. Sepanjang perang digambarkan sebagai kelanjutan diplomasi dengan cara lain. Keefektifan tindakan ekonkmi sebagai alat pemaksa menimbulkan gagasan sanksi ekonomi. Sanksi ekonomi disebutkan dalam Piagam LBB sebagai sarana yang diharapkan berhasil dalam mengekang agresi tanoa intervensi militer. Meskioun agak lebih sulit memaksa negara kuat untuk menaatinya akan tetapi negara lemah terkadang lebih tunduk.
Setelah Perang Dunia II faktor ekonomi meningkat. Hal tersebut dapat dilihat melalui strategi yang digunakan dalam Perang Dingin serta membentuk perekonomian negara NISs. Pada Perang Dingin pembatasan ketat dilakukan pada perdagangan Barat-Timur untuk menghindari barang-barang musuh yang memiliki nilai strategis. Kebijakan tersebut dilakukan agar membuat negara NISs menjadi negara industri dan meningjatkan perekonomiannya. Negara berkembang yang kekurangan modal terpaksa bergantung pada negara maju untuk mengajukan berbagai syarat bagi penanaman modal, kebebasan berdagang dan lainnya. Akibatnya kuota dagang, lisensi, kontrol kurs dan teknik hubungan dagang menjadi instrumen yang wajar dari diplomatik.
Karena perdagangan dikontrol oleh negara dan setiap negara berkeinginan utnuk membuat pola yang cocok bagi oerekonomiannya maka negosiasi diplomatik dianggap dapat dapat meningkatkan perekonomiannya. Faktor ekonomi memiliki peranan penting dalam hubunagb diplomatik.

2. Diplomasi Demokratis
Dulu sebelum adanya diplomasi terbuka pemilihan serta demokrasi penguasa yang berdaulat hanha dilakukan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih dan pengontrolan hanya terjadi djantara mereka. Saat Perang Dunia I negosiasi diplomatik sering dijadikan rahasia publik tetapi juga kepada wakil-wakil terpilih, hanya beberapa anggota pemerintah yang berpengaruh yang diberi penjelasan. Tetapi setelah munculnya "diplomasi terbuka" maka diplomasi harus dilakukan secara terbuka, terang-terangan dan mendapatkan pengawasan penuh dari publik. Implikasinya adalah bisnis diplomasi tidak dapat dirahasiakan hanya untuk para diplomat saja.
Prinsip-prinsip bentuk pemerintahan demokrasi meminta bahwa dalam urusan-urusan yang memperngaruhi kepentingan vital negara maka publik harus tetap diberitahu. Nicholson menerangkan teori dasar diplomasi demokratis yaitu Diplomat sebagai abdi negara bertanggung jawab kepada Menteri Luar Nergeri: Menteri Luar Negeri sebagai anggota cabinet bertanggung jawab kepada mayoritas di Parlemen, dan Parlemen yang tiada lain sebagai Majelis Perwakilan bertanggung jawab terhadap kehendak rakyat yang berdaulat."
Pada abad keenam SM majelis nonmonarki di India memutuskan secara terbuka melalui pemungutan suara mayoritas semua masalah luar negeri termasuk perang dan damai. Mahabrata juga mengatakan bahwa pembuatan kebijaksanaan dan hubungan diplomatik, seluruh anggota nonmonarki atau negara republik mempunyai hak sejajar dalam mengambil bagian dalam urusan-urusan negara. Tetapi apabila kebijaksanaan penting diketahui semua orang maka dapat menyebabkan kebocoran rahasia negara. Kautliya, manu dan oara penulis India lainnya juag berpendapat jika persoalan dengan luar negeri tidak perlu diketahui banyak orang dan utusan yang dikirim tidak boleh memberi tahu instruksi atau pesan kepada siapapun termasuk menteri atasannya. Negara pada zaman kuno dan republik lebih menyukai diplomasi terbuka tetapi negara monarki yang umumnya lebih besar mempraktekan diplomasi rahasia.
Faktor terpenting yang membantu terwujudnya kontrol diplomasi demokratis adalah maslaah ratifikasi oleh pihak legislatif. Secara teoritis lembaga legislatif mempunhak kekuasaan ini akan tetapi kenyataaannya anggota parlemen dibeberapa negara tidak terlalu teliti memeriksa perjanjian dengan negara lain. Setelah Perang Dunia I masyarakat mendesak agar dihapuskannya diplomasi rahasia dan diberlakukannya diplomasi demokratis dibawah pengawasan rakyat. Menurut Nicholson terdapat kelemahan:
  1. Apabila pihak legislatif mengingkari persetujuan yang telah dibuatnya maka seluruh isi perjanjian internasional akan menjadi bahaya dan menyebabkan anarki.
  2. Sikap masa bodoh elektorat. Sebagai pemilih anggita legislatif, elektor memiliki posisi penting dalam kenegaraan. Banyak elektor yang tidak memahami seluk bekuk diplomasi dan isi perjanjian yang akan ditandatanganinya.
  3. Penundaan dalam menyetujuin kebijaksanaan pemerintah karena harus dilakukan perundingan yang memakan waktu lama sehingga menyebabkan penundaan.
  4. Bahaya ketidaktepatan. Maksudnya adalah keraguan dan gampang berubahnya kebijaksanaan demokratis. Pemerintah negara demokratis lebih senang menggunakan hal yang samar-samar dan menghibur ketimbang mengikat dan tepat.

Perkembangan diplomasi demokratis telah menimbulkan beberapa persoalan dalam praktek-praktek diplomatik pula. Masalah pertama adalah publisitas yakni hubungan antara pers dan kantor departemen luar negeri. Sebagaimana sifat pers yang bebas mengemukakan pendapat di negara demokratis sering salah sangka dalam menyebarkan berita. Banyak publik keliru terhadap apa yang disajikan pers antara opini pers serta kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk memecahkan kesulitan yang ada di diplomasi demokratis, yakni meyakinkan para elektorat bahwa beberapa perundingan harus dilakukan tanpa perhatian umum yang nanti hasilnya diberitahukan bagi publik dan terbuka. Yang kedua yakni para diplomat diharapkan meminta saran dan nasihat kepada diplomat profesional dalam semua persoalan penting karena diplomat senior dapat bersikap tidak memihak dan netral. Yang terakhir adalah harus dibuat usaha untuk mendidik publik mengenai tugas dan tanggung jawab negara sebagai anggota masyarakat internasional.

3. Diplomasi Totaliter
Totaliterianisme modern muncul setelah adanya Perang Dunia I yang pertumbuhannya disebabkan oleh berbagai faktor yakni nasionalisme ekstrim, nasionalisme ekonomi dan pertimbangan ideologis. Nasionalisme ekonomi berbicara tentang sikap patriotisme dan loyalitas kepada negara berapapun pengorbanannya. Nasionalismeekonomi berfungsi memperkuat kecendurungan nasionalisme. Bila suatu pemerintahan menetapkan pengaturan kegiatan ekonomi sehari-hari kepada rakyatnya maka rakyatnya akan terbiasa tehadap hal tersebu yang tadinya masih asing.
Pertumbuhan kesadaran ideologi suatu bangsa didunia modern ini biasanya disertsi oleh meningkatnya peranan negara dan penambahan tuntutan yang dibuat oleh negara tentang kesetiaan dan pengabdian rakyat. Ideologi modern umumnya militan dan condong pada kecenderungan totaliter. Dalam mengejar politik luar negeri dan hubungan diplomatik, negara totaliter mempunyai kecenderungan yang tetap. Mereka biasanya menggunakan sikap agresif dalam menghadapi rivalnya.
Nicholson menyatakan beberapa sifat khusus diplomasi totaliter salah satunya adalah negara totaliter pembuatan keputusan tidak berada dibawah pengawasan rakyat. Diplomat yang ditunjuk harus mengikuti intruksi khusus dan petunjuk yang diberikan penguasa. Kelebihan dari diplomasi ini adalah hanya diawasi oleh penguasa tunggal yang tidak tunduk kepada pengawasan dari lembaga yang lebih besar lainnya dan oleh karenanya diplomat mengetahui dengan tepat seberapa jauh ia bisa memberi atau mengakomodasi pandangan pihak lain.
Dalam negara otoriter kekuasaan tertinggi ditetapkan kepada satu atau sedikit orang yang dapat mengambil keputusan dengan cepat dan tepat tanpa harus berdebat dalam legislatif atay forum lainnya. Sehingga tidak banyak informasi yang menyebar kepada masyarakat. Sedangkan karena diplomat dinegara totaliter harus mengikuti seluruh intruksi maka ia tidak memiliki peranan lebih ketika menjalani perundingan. Bagi negara totaliter diplomasi semata-mata merupakan suatu sarana untuk mencapai tujuan mereka dengan cara apapun termasuk dengan diplomasi yang wajar dan tanpa diganggu oleh pembatasan untuk mewujudkan tujuan yang dikehendaki. Oleh karena itu konferensi internasional dimanfaatkan oleh seluruh negara bagi tujuan propaganda. Tetapi negara totaliter mempunyai batas yanng tegas terhadap negara demokrasi karna tidka perlu mengikuti norma yang ditentukan.
Fasis memang selalu mengutamakan perang. Bagi mereka perang bukan cara tetapi meruoakan sebuah tujuan. Pemujaan perang dan prajurit merupakan pandangan sentral fasis. Pandangan ini mempengaruhi negara totaliter yang bagi mereka dalam rangka mencapai tujuan perang tidak lain merupakan kebijaksanaan yang diinginkan. Terdapat perbedaan antara negara fasis yang mempercayai perang dan menggunakan propaganda sebagai cara melakukan peperangan tersebut dan komunis yang mengambil setiap kesempatan untuk menyebarkan ideologi melalui konperensi internasional serta media masa. Oleh karena itu komunis lebih kepada cara menyebarkan tanpa harus melakukan peperangan.

4. Diplomasi Melalui Konperensi
Diplomasi melalui konperensi dilakukan bertahap pada awal abad ke20. Contoh awalnya ialah konperensi Hague tahun 1899 dan 1970 tetapi konperensi ini dilakukan untuk tujuan khusus dan tidak bisa dimasukan kedalam diplomasi umum. Dimulai sejak Perang Dunia I dimana dibutuhkan keputusan yang cepat untuk membicarakan tentang strategi perang dan politik. Maka penting bagi perdana menteri atau ahli untuk bekerjasama dalam sebuah meja dan membicarakannya. Karena pengalaman perang melawan dan mempertahannkan kerjasama dengan sekutu inilah banyaj negarawan yang merasa bahwa pergaulan diplomatik dapat dilakukan melalui konperensi. Menurut Maurice Hankey "hampir tidak bisa diragukan lagi bahwa diplomasi melalui konperensi akan tetap bertahan". Tetapi harapam agar meningkatnya kerjasama antar bangsa melalui diplomasi konperensi ini tidak segera terwujud setelah perang.
Selama masa perang banyak konperensi seperti Cannes, Genoa yang terjadi. Sebagian darinkonperensi tersebut berhasil dann sebagian tidak. Popularitas diplomasi melalui konperensi mengalami kemunduran besar pada akhir tahun tiga puluhan ketika negara demokrasi Barat menyerah kepada negara fasis dengan persoalan yang akhirnya menandatangani Treaty of Munich.
Ada beberapa pra kondisi yang digunakan agar diplomasi melalui konperensi berhasil. Untuk itu digunakan landasan yang dibutuhkan sebelum dilaksanakan dengan baik. Keberhasilan atau kegagalan konperensi tergantung pada seberapa profesional diplomat mempersiapkan melalui pembicaraan awal. Keberhasilan Kongres Wina sebagian besar bergantung pada observasi aktual dari faktor-faktor ini.
Sesudah Perang Dunia I suatu tipe diplomasi melalui konperensi yang terorganisasi dan permanen muncul dengan terbentuknya organisasi internasional sepetti LBB dan setelah Perang Dunia II terbentuklah PBB. PBB merupakan badan dunia dan semua negara memiliki perwakilan. Keanggitaan PBB dianggap sebagai pengakuan status kedaulatan dan penerimaan yang universal sebagai partner bangsa-bangsa. Inilah sebabnya diplomasi yang dilakukan oleh PBB memperoleh berbagai konotasi yang disebut sebagai diplomasi multilateral, diplomasi publik, diplomasi konperensi dan diplomasi parlementer. Terkadang disebut sebagai  diplomasi blok atau diplomasi melalui kelompok bahkan diplomasi melalui mayoritas.
Diplomasi multilateral atau parlementer merupakan tipe diplomasi konperensi. Bentuk diplomasi ini memounyai keistimewaan tertentu yang dipunyai oleh diplomssi bilateral. Diplomasi muncul setelah PD1 dalam bentuk LBB dan PD2 dalam bentuk PBB. Bentuk parlementer dari diplomasi multilateral biasanya mengikuti prosedur dan teknik yang biasanya digunakan oleh badan legislatif dari negara demokrasi seprti debat dan pemungutan suara. Tidak seperti badan legislatif nasional yang keputusannya mayoritas mebgikat secara hukum, keputusan mayoritas Majelis Umum PBB tidak mengikat secara hukum dan tidak bisa dipaksakan. Keputusan PBB pun terkadang bisa mempunyai efek terbatas pada negara yang mempunyai bentuk demokrasi. Keputusan PBB berpengaruh kevil bagi negara diktator.
Salah satu aspek penting lainnya terhadap diplomasi ini adalah perlu mendapat pertimbangan adalah partisipasi negara-negara dalam persoalan yang mereka tidak terlibat secara langsung. Perkembangan teknologi telah meningkatkan negara satu dan lainnya sehingga setiap negara dapat saling terhubung dan mengetahui apa yang terjadi dinegara sekitar sehingga menyebabkan interdependensi antar negara.
Diplomasi konperensi PBB dikatakan sebagai diplomasi publik. Pendapat umum dapat mendinginkan situasi serta mencegah terjadinya perang dengan berbagai cara. Pertama negara netral membantu mencapai menyelesaikan masalah yang dirundingkan. Kedua pendapat umum menyatakan sentimen keras terhadap konflik bersenjata. Jika kemungkinan akan terjadi perang maka penyelesaiannya dilakukan oleh PBB yang mengajukan pendapat umum dunia melalui tekanan pada negara yang berperang. Jika suatu negata lemah terancam oleh negara kuat maka akan mengadu kepada PBB. Diskusi terbuka di Majelis Umum membantu memobilitasi pendapat umum dunia yang dimana negara penyerang harus memberikan alasan kenapa dia menyerang. Diplomasi publik di PBB seringkali berkaitan erat dengan penyelesaian konflik.
Diplomasi publik merupakan bentuk diplomasi konperensi dan merupakan kombinasi diplomasi multilateral dan parlementer memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya yaitu sebagai diplomasi publik PBB telah menjadi parlementer internasional yang menjadi forum dimana masalah penting didiskusikan secara terbuka. Sedangkan kekurangannya ialah suatu negara jika telah mengambil posisi yang tegas didepan publik sulit mengubah sikapnya terhadap masalah itu. Perubahan dalam kebijaksanaan terkadang diartikan sebagai suatu konsensi atau kekalahan diplomatik.

5. Diplomasi Diam-Diam
Istilah diplomasi diam-diam erat kaitannya dengan diplomasi PBB. Jika diplomasi rahasia dan terbuka memiliki dua kutub yang berlawanan maka diplomasi publik dan diam-diam tidak begitu saling berlawanan tetapi saling melengkapi. Menurut Thomas Hovet Jr tampak jelas bahwa keberhasilan diplomasi di PBB tergantung pada penggunaan metode diplmatik publik bersama-sama dengan bentuk diplomasi yang lebih diam. Pertumbuhan dan meiningjatnya penagruh PBB telah berlangsung beriringan dengan perkembangan peranan penting Majelis Umum, Dewan Keamanan dan lain-lain. Sebagaian negara besar memiliki perwakilannya diorganisasi tersebut. Ada beberapa negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara lain karena negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dapat melakukan kontak melalui wakil masing-masing dan bisa dengan diam-diam mencoba menyelesaikan perbedaan diantara mereka sehingga diplomasi diam-diam mulai memperoleh peranan yang makin besar dalam politik dunia.
Meningkatnya pengaruh sekertaris jenderal PBB dalam menyelesaikan konflik, ditetapkanya perwakilan tetap dimarkas PBB, perkembangan kelompok-kelompok dan berbagai pertemuan telah membantu pertumbuhan diplomasi diam-diam. Jika diplomasi publik tidak dapat memecahkan masalah maka digunakan diplomasi diam-diam.  Ketika Perang Dingin peranan Majelis Umum dan Sekertaris Jenderal bertambah. Sekertaris jenderal dianggap sebagai juru bicara masyarakat duniadan harus mengambil dikap pada masalah yang sedang terjadi.
Menurut Morgenthau prosedur diplomasi diam-diam yang dijalankan PBB tidak berbeda dengan substansinya pada praktek-praktek diplomasi tradisional. Diplomasi konferensi bisa lebih menguntungkan jika ditambah oleh diplomasi diam-diam didalam PBByang dapat dilakukan secara langsung diantara para wakil negara anggota maupun anatar Sekertaris Jenderal dengan negara anggota
Revolusi teknologi memberikan dampak yang besar ketika diplomasi tradisional ketinggalan zaman dan negara baru belum bisa menyesuaikan dirinya sepenuhnya kepada diplomasi publik maka diplomssi diam-diam berhasil masuk diantara transisi ini. Dalam mencapai keberhasilannya peranan Sekertaris Jenderal adalah yang terpenting karena bertindak sebagai katalisator dalam diplomasi dima-diam serta menjadi penengah dalam sebuah diskusi dan negosiasi. Sekertaris Jenderl tidak dapat langsung masuk kedalam negosiasi kecuali diminta oleh salah satu pihak tetapi terkadang langsung masuk tanpa menunggu diminta. sekertaris jenderal dalam diplomasi diam-diam memiliki peranan ganda yakni dapat berperan dalam tingkat-tingkat awal sebelum diskusi umum atau masuk kedalam sebuah diskusi dan yang kedua adalah dikaitkan dengan perintisan jalan bagj diplomasi yang penuh manfaat.
Berbagai perkembangan peran PBB serta sekertaris jenderal, penempatan misi permanen, fungsi-fungsi proses kelompok, kontak informal di Majelis Umum telah menjadi sebuah jembatan bagi diplomasi diam-diam. Diplomasi diam-diam adalah sebuah tipe baru diplomasi yang dikembangkan dengan pertumbuhan dann perkembangan PBB. Tipe diplomasi ini hanya dapat berkembang dalam lingkungan badan dunia seperti PBB dimana para wakil berbagai negara dapat berunding secara diam-diam tetapi tidak rahasia baik secara bilateral maupun multilateral diluar pandangan publik. Bagi negara besar, ini merupakan tipe diplomasi yang paling efektif. Diplomasi diam-diam seperti diplomasi publik adalah perkembangan cara-cara diplomasi dalam PBB. Keberhasilan diplomasi di PBB banyaj bergantungbpada keberhasilan percampuran dua tipe diplomasi ini.

6. Diplomasi Preventif
Diplomasi preventif tumbuh dari teknik baru yang dikembangkan PBB karen sebab tertentu. Sesudah Perang Dunia II negara yang baru saja merdeka dan keterbelakang risau melihat perluasan Perang Dingin dan kecenderungan hegomoni negara super power. Mereka takut terlibat didalam konflik oleh karena itu mereka mencari bantuan PBB untuk melindungi negaranya dengan diplomasi preventif. Yakni dengan menjadi perselisihan di dunia ketiga agar tetap bersifat lokal yang terpisah atau tidak terkait dengan situasi yang penuh ancaman yang bisa memperluas perang dingin ke negaranya. Perang Dingun membuat diplomasi preventif menjadi penting dan keberadaan sebuah kelompok negara nonblok yang menyebabkan hal tersebut. Inovasi seperti diplomasi preventif hanya bisa terlaksana atas sebab negara superpower.
Jumlah negara yang baru saja merdeka meningkat dan diantaranya bergabung menjadi kelompok nonblok atau bisa juga disebut blok ketiga. Mereka berusaha agar tidak terlibat dalam perjuangan Barat-Timur dan berusaha untuk menggunakan pengaruh PBB. Meski demikian negara suoerpower tidak mengijinkan PBB untuk campur tangan dalam konflik tersebut. Negara nonblok merasa cemas dan mengambik tindakan protektif. Bagi mereka PBB lebih dari sebagai landasan politik tetapi sebagai tempat berlindung untuk mengungsi dari tekanan negara besar. Ini dapat dilakukan saat PBB bersifat netral dalam konflik. Salah satu fungsi PBB adalah untuk menegakkan diplomasi preventif yaitu pembendungan dan stabilitas konflik lokal sehingga tidak ada negara superpower yang terlibat dan juga diharapkan diplomasi preventif dapat mencegah perselisihan AS-Soviet agar tidak keluar perang dingin.
Dalam krisi Kongo dan Suez, konflik Israel-Arab kehadiran PBB walaupun dalam jumlah kecil sangat membantu meredakan ketegangan diwilayah tersebut dan menunjukan fungsi diplomasi preventif. Pasukan PBB bisa beroperasi hanya pada dua kondisi yaitu negara konflik setuju dengan kehadiran PBB dan PBB tidak boleh ikut campur dalam kobflik internal murni.
Perubahan fungsi PBB dari sebuah lembaga keamanan bersama untuk memaksakan perdamaian berubah menjadi lembaga untuk mempertahankan perdamaian dan meredakan ketegangan didaerah yang terkena konflik melalui diplomasi preventif didalam kerjasama antar negara besar dengan negara dunia ketiga yang lemah. Kedudukan penting diplomasi preventif sangat luar biasa sekarang ini karena apabila permusuhan dan konflik mulai pecah lagi maka seluruh dunia terancam musnah oleh karena itu digunakan usaha untuk mencegah dan mengakhiri konflik. Ini semua dapat dilaksanakan secara efektif melalui diplomasi preventif.

7. Diplomasi Sumberdaya
Sumberdaya bahan mentah seperti besi, minyak dan lainnya memiliki peranan penting abgi perkembangan industri. Bahan tersebut mendukung pertambahan kekuatan suatu negara. Hanya negara yang memiliki banyak banyak bahan tersebut yang bisa menjadi negara besar. Hal ini menyebabkan konflik untuk mendapatkan penguasaan atas daerah yang memiliki banyak mempunyai bahan-bahan tersebut. Negara kuat yang tidak memiliki sumber daya akan berusaha untuk memperoleh penguasaan wilayah yang memiliki bahan tersebut. Diplomasi ini disebut dengan diplomasi sumber daya (resource diplomacy).
Diplomasi sumberdaya dapat dilakukan oleh negara yang memiliki bahan tersebut. Apalabila negara kuat dan maju dalam bidang industri maka dengan memanfaatkan sumberdaya dengan cara memperkuat industri dan militernya. Sedangkan jika negara belum maju maka dapat memperoleh keuntungab dari negara industri yang membutuhkan bahan tersebut dengan membayar dengan harga tinggi atau diberikan fasilitas sesuai kesepakatan. Negara tersebut akan dapat memperoleh keuntungan dengan membentuk front bersama. Tetapi diplomasi seperti ini baru dapat dilaksanakan oleh negara penghasil minyak seperti OPEC. Sehingga negara penghasil minyak dapat memperoleh banyak pengaruh terhadap negara lain yang tidak memiliki deposit minyak yang cukup. Kedudukan penting minyak dalam operasi ekonomi industri tidak perlu diragukan lagi karena minyak dunia hanya terletak dibeberapa tempat. Industri negara maju telah memiliki minyak mereka sendiri tetaoi banyak negara seperti Jepang, negara di Eropa Baat yang masih tergantung pada minyak impor.
Setelah Perang Dunia II pergulatan diplomatik terhadap penguasaan mjnyak Iran terjadi. Uni Soviet berusaha untuk memperoleh konsensi minyak Iran namun usaha tersebut digagalkan dengan adanya protes Iran, intervensi PBB dan tekanan AS-Inggris. Kemudian muncul revolusi minyak di Iran.
Cukup lama Inggris menguasai sumber minyak Iran. Tahun 1951 pemerintah Iran menyatakan nasionalisasi kekayaan pertambangan dan penyulingan milik Inggris-Iran. Nasionalisasi tersebut menyebabkan krisis diplomatik. Iran tetap bertahan pada pendiriannya namun kesulitan ekonomi yang disebabkan oleh berhentinya sumber minyak dan tekanan baik dari luar maupun dalam negeri menyebabkan jatuhnya rezim Mossadeq. Minyak yang sampai sekarang masih merupakan sumber energi utama mempunyai pengaruh pada politik-dunia. Inilah sebabnya peranan minyak menjadi proses diplomatik yang terkenal.



Daftar Pustaka
Roy, S.L 1991. Diplomasi. Jakarta: Rajawali Pers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar