Kamis, 29 September 2016

Tipe - tipe Diplomasi dan Instrumen Diplomasi - Septian Dicky Ardiansyah (2014230066)




TIPE-TIPE DIPLOMASI dan
INSTRUMEN DIPLOMASI

            Seperti apa yang telah di ungkapkan oleh Katulya dalam buku Diplomasi S.L Roy, terdapat empat prinsip utama dalam instrumen diplomasi yaitu sama, dana, danda dan bedha. Sama, yang diartikan sebagai perdamaian atau negoisasi. Seperti yang diketahui, salah satu fungsi dari diplomasi ialah mendamaikan beragamnya kepentingan dari banyak negara yang saling bersaing untuk mencapai tujuan masing-masing. Dan negoisasi, konflik atau pertentangan antar kepentingan tersebut bisa diselesaikan secara damai. Dana, berarti memberi hadiah atau konsesi. Dalam tradisi diplomasi India Kunol, bantuan ekonomi yang diberikan kepada negara lain dapat dianggap sebagai hadiah atau dana. Danda, diartikan menciptakan perselisihan, seperti misalnya intervensi militer atau perang. Bedha, merupakan ancaman atau menggunakan kekuatannyata. Jika Sama dan Dana belum berhasil, Bedha dapat dilakukan sebagai ancaman seperti misalnya, teror militer (melakukan latihan kerjasama militer di negara rival hanya untuk menakut-nakuti).
            Seiring perkembangan zaman, metode-metode yang digunakan dalam berdiplomasi semakin bervariasi, sehingga diplomasi dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe. Berikut ini merupakan tipe-tipe diplomasi:
1.      Diplomasi Komersial

Merupakan diplomasi yang dilakukan melalui bidang ekonomi, dimana diplomasi ini dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi memang memiliki peran tersendiri dalam hubungan-hubungan diplomatik. Seperti yang diketahui, salah satu elemen penting dalam kekuatan suatu negara bergantung pada seberapa banyak uang yang dimiliki dan seberapa besar sumber ekonomi negara tersebut. Oleh karena itu, sebagian besar negara maju memperluas pengaruhnya memalui tindakan-tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi memang merupakan cara paling efektif sebagai alat yang memaksa rival, dalam hal ini memang telah lama dilakukan oleh beberapa negara bahkan saat terjadi peperangan, termasuk perang dingin. Dahulu, saat peperangan terjadi suatu negara berusaha untuk melumpuhkan perekonomian rivalnya melalui aksi blokade. Selain blokade, tindakan ekonomi lainnya yang dijadikan alat diplomasi yaitu perdagangan dan perniagaan serta bantuan internasional.


2.      Diplomasi Demokratis

Bisa dikatakan sebagai diplomasi yang terbuka, dimana diplomasi ini penting dijalankan secara terang-terangan dan terbuka serta memperoleh pengawasan langsung dari publik. Faktor yang paling penting dalam membantu terwujudnya kontrol demokratis atas diplomasi adalah masalah ratifikasi perjanjian oleh pihak legislatif. Dan kelemahan yang terdapat dalam diplomasi ini yaitu, keraguan pemerintah dan juga legislatif, dan sikap acuh dari elektorat, serta lamanya penundaan tidak dapat dihindarkan karena memang diperlukan banyak waktu untuk memperkirakan pendapat umum atau mempengaruhi persetujuan kebijakan pemerintah, itulah yang dapat menghambat tingkat keberhasilan dari diplomasi ini. Selain itu, ada permasalahan tersendiri dari diplomasi demokratis ini, yaitu masalah publisitas antara pers dan diplomat, serta masalah antara politikus dan diplomat.

3.      Diplomasi Totaliter

Totaliter muncul sesudah perang dunia I. pertumbuhannya disebabkan oleh beberapa factor antara lain yaitu nasionalisme ekstrim, nasionalisme ekonomi dan pertimbangan ideologis yang merupakan paling vital dalam mengembangkan kecenderungan totaliter. Nasionalisme ekstrim berbicara tentang pemujaan patriotism dan loyalitas kepada Negara berapapun harge pengorbananya. Nasionalisme ekonomi berfungsi memperkuat kecenderungan terhadap nasionalisme, dimana bila suatu pemerintahan menetapkan peraturan kegiatan ekonomi sehari-hari rakyatnya, rakyat menjadi terbiasa terhadap kehadiran pemerintah di bagian-bagian kehidupan di mana tadinya hal itu masih asing.
Pertumbuhan kesadaran ideologis suatu bangsa didunia modern ini biasanya disertai oleh meningkatnya peranan Negara dan penambahan tuntutan yang dibuat oleh Negara tentang kesetiaan dan pengabdian rakyat. Ideology-ideologi modern pada umumnya militant dan condong pada kecenderungan totaliter. Semua factor ini telah memainkan perannya masing-masing dalam pertumbuhan totalitarinisme dalam wujud Fasisme Italia, Nazisme Jerman, Fasisme Franco Spanyol, dan sebagainya. Negara-negara totaliter mempunyai kecenderungan yang tetap dalamhubungan diplomatiknya, mereka biasanya menggunakan sikap agresif dalam menghadapi rivalnya.
Para ahli barat dan Nicholdon telah menyatakan beberapa sifat khusus diplomatic totaliter. Salah satu yang menonjol adalah bahwa di Negara totaliter pembuatan keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Kelebihannya dari hal ini adalah karena hanya di awasi oleh penguasa tunggal yang tidak tunduk kepada pengawasan lembaga yang lebih besar dan oleh karenanya diplomat mengetahui dengan tepat seberapa jauh ia bias member atau mengakomodasi pandangan pihak lain.Diplomasi Melalui Konferensi
Sekitar awal abad 20, Diplomasi melalui Konferensi muncul secara bertahap. Konferensi Hague pada tahun 1899 dan 1907 bisa dikatakan sebagai contoh awal dari Diplomasi Konferensi. Walaupun demikian, konferensi tersebut tidak bisa dianggap sebagai hal yang umum sarana diplomasi zaman itu dikarenakan konferensi-konferensi itu diselenggarakan untuk tujuan-tujuan khusus. Akan tetapi, sejak Perang Dunia I berlangsung, diplomasi ini memiliki peran penting dalam hubungan internasional. Saat perang berlangsung banyak permasalahan yang membutuhkan keputusan yang cepat dan tidak bisa dilakukan dengan cara-cara diplomatik biasa. Oleh karena itu, Perdana menteri atau ahli dipertemukan disebuah konferensi guna membahas mengenai masalah-masalah mendesak ataupun membahas mengenai strategi perang. PBB merupakan badan yang bisa dikatakan berdiplomasi melalui konferensi internasional secara permanen. Para perwakilan negara-negara di dunia hampir semuanya ditempatkan dalam markas besar organisasi PBB untuk negosiasi diplomatik. Dan ini membuat perubahan baru dalam diplomasi konferensi. Dimana awalnya dibutuhkan prosedur konferensi internasional selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, PBB justru dapat memberikan kerangka yang matang untuk mendiskusikan masalah-masalah yang mendesak dalam waktu yang singkat.
4.      Diplomasi Diam-Diam

Diplomasi ini merupakan tipe baru yang telah dikembangkan oleh PBB. Diplomasi ini tidaklah sama dengan diplomasi rahasia. Diplomasi ini dapat berkembang dengan baik pada badan dunia seperti PBB, dan para wakil negara-negara saling bertukar pandangan secara diam-diam tetapi tidak secara rahasia. Biasanya langkah ini juga diambil oleh negara-negara besar, dimana saat mereka tidak bisa memperbaharui sikap-sikap terbuka mereka, maka mereka bisa berunding secara diam-diam, baik secara bilateral maupun melalui jasa-jasa baik PBB untuk mencapai sebuah kesepakatan.

5.      Diplomasi Preventif

Diplomasi ini terbentuk karena dilatarbelakangi oleh era sesudah Perang Dunia II dimana saat itu negara-negara yang baru saja merdeka mencari perlindungan di PBB dengan melalui diplomasi preventif. Dengan maksud untuk menjaga perselisihan di dunia ketiga agar tetap bersifat lokal yang terpisah atau tidak terkait dengan situasi yang penuh ancaman yang bisa saja memperluas perang dingin ke tanah mereka. Negara-negara tersebut memiliki kekhawatiran akan perluasan Perang Dingin, selain itu mereka juga tidak ingin terlibat ke dalam konflik tersebut.
Diplomasi preventif memiliki tiga tujuan yaitu:
1. Mencegah konflik antar negara atau antara pemerintah dengan kelompok minoritas di dalam negara;
2. Mencegah perselisihan menjadi konflik terbuka, dan
3. Jika konflik pecah, memastikan penyebarannya sekecil mungkin. Selain itu, diplomasi ini bertujuan menjaga kepentingan diplomasi satu negara dan bukan untuk mewujudkan perdamaian suatu kawasan.

6.      Diplomasi Sumber Daya

Diplomasi ini di latar belakangi oleh kompetisi antar negara yang saling bersaing untuk mendapatkan wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Seperti yang diketahui, sumber daya alam mentah seperti minyak bumi, batu bara, besi, uranium dll, telah menjadi bagian penting dalam perkembangan industri dan juga kekuatan suatu negara. Diplomasi “sumber daya” ini bisa diterapkan oleh negara-negara yang tentunya memiliki sumber daya. Apabila negara-negara ini sudah menjadi negara maju, tentunya bisa memperkuat lagi perindustrian dan juga militernya dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sedangkan untuk negara yang belum maju, dapat bekerja sama serta memperoleh keuntungan dari negara-negara industri yang membutuhkan bahan-bahan mentah tersebut. Selain itu, negara-negara pemilik sumber daya bisa saja membentuk sebuah front bersama untuk memperoleh keuntungan lebih. Akan tetapi, sejauh ini hanya negara-negara penghasil minyak yang sudah membentuk sebuah front yaitu, OPEC. Seperti yang diketahui, minyak memang merupakan sumber energi utama yang paling berpengaruh pada ekonomi dan juga politik dunia. Oleh karena itu, diplomasi “sumber daya” minyak masih menempati posisi teratas dalam hubungan diplomatik.

Salah satu kasus yang dianggap sebagai salah satu diplomasi publik melalui musik yang sukses diwujudkan oleh Amerika Serikat ialah pada kunjungan Hillary Clinton ke Indonesia pada tahun 2009. Kemunculan Hillary Clinton sebagai Menteri Luar Negeri Amerika Serikat di Dahsyat, salah satu program televisi Indonesia bergenre musik yang saat ini populer dan tergolong lebih merakyat dibandingkan dengan program musik seperti MTV, merupakan sebuah strategi unik yang dilakukan. Kemunculan seorang Menteri Luar Negeri dari sebuah negara super power di sebuah program sekelas dahsyat tampak kurang lazim untuk program yang tergolong merakyat tersebut.
Namun upaya tersebut merupakan sebuah strategi yang dilancarkan untuk dapat melakukan kontak langsung dengan seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk menampilkan citra Amerika yang bersahabat dan bagaimana mereka sama sekali tidak khawatir terhadap ancaman terorisme yang kerap menghantui wisatawan asing yang datang ke Indonesia. Kunjungan tersebut juga dilakukan untuk mendiplomasikan paham demokrasi di kalangan masyarakat Indonesia yang pada saat itu akan segera menghadapi pemilu kepresidenan.

REFERENSI
Roy, S.L. 1984. Diplomasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori & Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar