TIPE-TIPE DIPLOMASI dan
INSTRUMEN DIPLOMASI
Seperti apa yang telah di ungkapkan
oleh Katulya dalam buku Diplomasi S.L Roy, terdapat empat prinsip utama dalam
instrumen diplomasi yaitu sama, dana, danda dan bedha. Sama, yang diartikan
sebagai perdamaian atau negoisasi. Seperti yang diketahui, salah satu fungsi
dari diplomasi ialah mendamaikan beragamnya kepentingan dari banyak negara yang
saling bersaing untuk mencapai tujuan masing-masing. Dan negoisasi, konflik atau
pertentangan antar kepentingan tersebut bisa diselesaikan secara damai. Dana,
berarti memberi hadiah atau konsesi. Dalam tradisi diplomasi India Kunol,
bantuan ekonomi yang diberikan kepada negara lain dapat dianggap sebagai hadiah
atau dana. Danda, diartikan menciptakan perselisihan, seperti misalnya
intervensi militer atau perang. Bedha, merupakan ancaman atau menggunakan
kekuatannyata. Jika Sama dan Dana belum berhasil, Bedha dapat dilakukan sebagai
ancaman seperti misalnya, teror militer (melakukan latihan kerjasama militer di
negara rival hanya untuk menakut-nakuti).
Seiring perkembangan zaman,
metode-metode yang digunakan dalam berdiplomasi semakin bervariasi, sehingga
diplomasi dapat dikategorikan menjadi beberapa tipe. Berikut ini merupakan tipe-tipe
diplomasi:
1.
Diplomasi Komersial
Merupakan
diplomasi yang dilakukan melalui bidang ekonomi, dimana diplomasi ini dikaitkan
dengan faktor-faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi memang memiliki peran
tersendiri dalam hubungan-hubungan diplomatik. Seperti yang diketahui, salah
satu elemen penting dalam kekuatan suatu negara bergantung pada seberapa banyak
uang yang dimiliki dan seberapa besar sumber ekonomi negara tersebut. Oleh
karena itu, sebagian besar negara maju memperluas pengaruhnya memalui tindakan-tindakan
ekonomi. Tindakan ekonomi memang merupakan cara paling efektif sebagai alat
yang memaksa rival, dalam hal ini memang telah lama dilakukan oleh beberapa
negara bahkan saat terjadi peperangan, termasuk perang dingin. Dahulu, saat
peperangan terjadi suatu negara berusaha untuk melumpuhkan perekonomian
rivalnya melalui aksi blokade. Selain blokade, tindakan ekonomi lainnya yang
dijadikan alat diplomasi yaitu perdagangan dan perniagaan serta bantuan
internasional.
2.
Diplomasi Demokratis
Bisa dikatakan
sebagai diplomasi yang terbuka, dimana diplomasi ini penting dijalankan secara
terang-terangan dan terbuka serta memperoleh pengawasan langsung dari publik.
Faktor yang paling penting dalam membantu terwujudnya kontrol demokratis atas
diplomasi adalah masalah ratifikasi perjanjian oleh pihak legislatif. Dan
kelemahan yang terdapat dalam diplomasi ini yaitu, keraguan pemerintah dan juga
legislatif, dan sikap acuh dari elektorat, serta lamanya penundaan tidak dapat
dihindarkan karena memang diperlukan banyak waktu untuk memperkirakan pendapat
umum atau mempengaruhi persetujuan kebijakan pemerintah, itulah yang dapat
menghambat tingkat keberhasilan dari diplomasi ini. Selain itu, ada
permasalahan tersendiri dari diplomasi demokratis ini, yaitu masalah publisitas
antara pers dan diplomat, serta masalah antara politikus dan diplomat.
3.
Diplomasi Totaliter
Totaliter
muncul sesudah perang dunia I. pertumbuhannya disebabkan oleh beberapa factor
antara lain yaitu nasionalisme ekstrim, nasionalisme ekonomi dan pertimbangan
ideologis yang merupakan paling vital dalam mengembangkan kecenderungan
totaliter. Nasionalisme ekstrim berbicara tentang pemujaan patriotism dan
loyalitas kepada Negara berapapun harge pengorbananya. Nasionalisme ekonomi
berfungsi memperkuat kecenderungan terhadap nasionalisme, dimana bila suatu
pemerintahan menetapkan peraturan kegiatan ekonomi sehari-hari rakyatnya,
rakyat menjadi terbiasa terhadap kehadiran pemerintah di bagian-bagian
kehidupan di mana tadinya hal itu masih asing.
Pertumbuhan
kesadaran ideologis suatu bangsa didunia modern ini biasanya disertai oleh
meningkatnya peranan Negara dan penambahan tuntutan yang dibuat oleh Negara
tentang kesetiaan dan pengabdian rakyat. Ideology-ideologi modern pada umumnya
militant dan condong pada kecenderungan totaliter. Semua factor ini telah
memainkan perannya masing-masing dalam pertumbuhan totalitarinisme dalam wujud
Fasisme Italia, Nazisme Jerman, Fasisme Franco Spanyol, dan sebagainya.
Negara-negara totaliter mempunyai kecenderungan yang tetap dalamhubungan
diplomatiknya, mereka biasanya menggunakan sikap agresif dalam menghadapi
rivalnya.
Para
ahli barat dan Nicholdon telah menyatakan beberapa sifat khusus diplomatic
totaliter. Salah satu yang menonjol adalah bahwa di Negara totaliter pembuatan
keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Kelebihannya dari hal ini
adalah karena hanya di awasi oleh penguasa tunggal yang tidak tunduk kepada
pengawasan lembaga yang lebih besar dan oleh karenanya diplomat mengetahui
dengan tepat seberapa jauh ia bias member atau mengakomodasi pandangan pihak
lain.Diplomasi Melalui Konferensi
Sekitar awal abad 20, Diplomasi melalui Konferensi
muncul secara bertahap. Konferensi Hague pada tahun 1899 dan 1907 bisa
dikatakan sebagai contoh awal dari Diplomasi Konferensi. Walaupun demikian,
konferensi tersebut tidak bisa dianggap sebagai hal yang umum sarana diplomasi
zaman itu dikarenakan konferensi-konferensi itu diselenggarakan untuk
tujuan-tujuan khusus. Akan tetapi, sejak Perang Dunia I berlangsung, diplomasi
ini memiliki peran penting dalam hubungan internasional. Saat perang
berlangsung banyak permasalahan yang membutuhkan keputusan yang cepat dan tidak
bisa dilakukan dengan cara-cara diplomatik biasa. Oleh karena itu, Perdana
menteri atau ahli dipertemukan disebuah konferensi guna membahas mengenai
masalah-masalah mendesak ataupun membahas mengenai strategi perang. PBB
merupakan badan yang bisa dikatakan berdiplomasi melalui konferensi
internasional secara permanen. Para perwakilan negara-negara di dunia hampir
semuanya ditempatkan dalam markas besar organisasi PBB untuk negosiasi
diplomatik. Dan ini membuat perubahan baru dalam diplomasi konferensi. Dimana
awalnya dibutuhkan prosedur konferensi internasional selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun, PBB justru dapat memberikan kerangka yang matang untuk
mendiskusikan masalah-masalah yang mendesak dalam waktu yang singkat.
4.
Diplomasi Diam-Diam
Diplomasi ini
merupakan tipe baru yang telah dikembangkan oleh PBB. Diplomasi ini tidaklah
sama dengan diplomasi rahasia. Diplomasi ini dapat berkembang dengan baik pada
badan dunia seperti PBB, dan para wakil negara-negara saling bertukar pandangan
secara diam-diam tetapi tidak secara rahasia. Biasanya langkah ini juga diambil
oleh negara-negara besar, dimana saat mereka tidak bisa memperbaharui
sikap-sikap terbuka mereka, maka mereka bisa berunding secara diam-diam, baik
secara bilateral maupun melalui jasa-jasa baik PBB untuk mencapai sebuah
kesepakatan.
5.
Diplomasi Preventif
Diplomasi ini
terbentuk karena dilatarbelakangi oleh era sesudah Perang Dunia II dimana saat
itu negara-negara yang baru saja merdeka mencari perlindungan di PBB dengan
melalui diplomasi preventif. Dengan maksud untuk menjaga perselisihan di dunia
ketiga agar tetap bersifat lokal yang terpisah atau tidak terkait dengan
situasi yang penuh ancaman yang bisa saja memperluas perang dingin ke tanah
mereka. Negara-negara tersebut memiliki kekhawatiran akan perluasan Perang
Dingin, selain itu mereka juga tidak ingin terlibat ke dalam konflik tersebut.
Diplomasi preventif memiliki tiga
tujuan yaitu:
1. Mencegah konflik antar negara
atau antara pemerintah dengan kelompok minoritas di dalam negara;
2. Mencegah perselisihan menjadi
konflik terbuka, dan
3. Jika konflik pecah, memastikan
penyebarannya sekecil mungkin. Selain itu, diplomasi ini bertujuan menjaga
kepentingan diplomasi satu negara dan bukan untuk mewujudkan perdamaian suatu
kawasan.
6.
Diplomasi Sumber Daya
Diplomasi ini di latar
belakangi oleh kompetisi antar negara yang saling bersaing untuk mendapatkan
wilayah yang kaya akan sumber daya alam. Seperti yang diketahui, sumber daya
alam mentah seperti minyak bumi, batu bara, besi, uranium dll, telah menjadi
bagian penting dalam perkembangan industri dan juga kekuatan suatu negara.
Diplomasi “sumber daya” ini bisa diterapkan oleh negara-negara yang tentunya
memiliki sumber daya. Apabila negara-negara ini sudah menjadi negara maju,
tentunya bisa memperkuat lagi perindustrian dan juga militernya dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Sedangkan untuk negara yang belum maju,
dapat bekerja sama serta memperoleh keuntungan dari negara-negara industri yang
membutuhkan bahan-bahan mentah tersebut. Selain itu, negara-negara pemilik
sumber daya bisa saja membentuk sebuah front bersama untuk memperoleh
keuntungan lebih. Akan tetapi, sejauh ini hanya negara-negara penghasil minyak
yang sudah membentuk sebuah front yaitu, OPEC. Seperti yang diketahui, minyak
memang merupakan sumber energi utama yang paling berpengaruh pada ekonomi dan
juga politik dunia. Oleh karena itu, diplomasi “sumber daya” minyak masih
menempati posisi teratas dalam hubungan diplomatik.
Salah satu kasus
yang dianggap sebagai salah satu diplomasi publik melalui musik
yang sukses diwujudkan oleh Amerika Serikat ialah pada kunjungan Hillary Clinton
ke Indonesia pada tahun 2009. Kemunculan Hillary Clinton sebagai Menteri Luar
Negeri Amerika Serikat di Dahsyat, salah satu program televisi Indonesia
bergenre musik yang saat ini populer dan tergolong lebih merakyat dibandingkan
dengan program musik seperti MTV, merupakan sebuah strategi unik yang
dilakukan. Kemunculan seorang Menteri Luar Negeri dari sebuah negara super
power di sebuah program sekelas dahsyat tampak kurang lazim untuk program yang
tergolong merakyat tersebut.
Namun upaya tersebut
merupakan sebuah strategi yang dilancarkan untuk dapat melakukan kontak
langsung dengan seluruh lapisan masyarakat Indonesia untuk menampilkan citra
Amerika yang bersahabat dan bagaimana mereka sama sekali tidak khawatir
terhadap ancaman terorisme yang kerap menghantui wisatawan asing yang datang ke
Indonesia. Kunjungan tersebut juga dilakukan untuk mendiplomasikan paham
demokrasi di kalangan masyarakat Indonesia yang pada saat itu akan segera
menghadapi pemilu kepresidenan.
REFERENSI
Roy, S.L. 1984. Diplomasi. Jakarta: Rajawali Pers.
Djelantik,
Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori
& Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar