Kamis, 29 September 2016

Tipe - tipe Diplomasi dan Instrumen Diplomasi - Citra Novenia (2014230054)



Instrumen Diplomasi dan Tipe-tipe Diplomasi


            Instrumen utama diplomasi adalah negosiasi, baik dalam pengaturan formal atau informal. Dalam artian semua diplomasi adalah penyesuaian konstan hubungan antara negara-negara diupayakan secara bersamaan melalui beberapa dialog: bilateral, multilateral, konferensi khusus dan kesempatan lain. Umumnya bertujuan, walaupun tidak selalu, yaitu untuk mencapai kesepakatan yang beragam (Diplomacy as An Instrument of National Power, 2010). Dengan kata lain, dapat diartikan sebagai suatu alat bagi suatu Negara untuk mencapai tujuan-tujuan diplomatiknya, melalui berbagai macam cara. Menurut Kautilya (Roy, 1995) hal ini dapat dilakukan dengan penerapan satu atau kombinasi dari empat prinip utama instrumen diplomasi ialah sama, dana, danda dan bedha – perdamaian atau negosiasi, memberi hadiah atau konsesi, menciptakan perselisihan, mengancam atau menggunakan kekuatan nyata. Suatu Negara, dapat menjalankan tiga model tingkah laku – co operation, accomodation dan opposition (kerja sama, penyesuaian, dan penentangan). Kerja sama dan penyesuaian dapat dicapai melalui negosiasi, apabila negosiasi gagal dengan melalui cara damai, penetangan dalam berbagai bentuk termasuk penggunaan kekuatan diambil sebagai ganti. Hal tersebut dianggap sebagia sarana penting yang dipakai diplomasi untuk mencapai tujuan.

Tipe – tipe Diplomasi
1.        Diplomasi Komersial
     Diplomasi ini merupakan diplomasi borjuis, didasarkan pada penyelesaian kompromis antara yang berselisih melalui negosiasi, “pada umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran total musuh-musuh”. Maka Konotasi Nicholson tentang diplomasi borjuis tidak mempunyai sesuatu yang baru untuk ditawarkan, karena pertimbangan utama diplomasi peningkatan kepentingan nasional, harus berhubungan dengan pengertian finansial yang dicapai antara negara-negara. Dikarenakan revolusi teknologi, aspek ekonomi dari diplomasi sekarang ini memperoleh perhatian besar, yang dimana suatu Negara sebagian besar tergantung pada sumberdaya ekonominya. Dari instrumen ekonomi ini, perdagangan paling penting. Dikatakan diplomasi komersial atau diplomasi melalui ekonomi dimana diplomasi dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi. Instrumen ekonomi diterapan dalam waktu perang dan damai; perdagangan internasional dan bantuan internasional sebagai alat diplomasi. Menurut Djelantik (2008), terdapat 4 pilar kegiatan ekonomi yaitu, 1) promosi perdagangan, untuk meningkatkan ekspor; 2) promosi peluang investasi; 3) menarik masuknya teknologi memadai; dan 4) pengelolaan bantuan ekonomi bagi negara-negara berkembang sebagai negara penerima dan pendonor bagi negara maju.

2.        Diplomasi Demokratis
     Juga dikenal sebagai diplomasi terbuka, dimana diplomasi ini diharuskan untuk dilakukan secara terus terang dan terbuka, serta memperoleh pengawasan penuh dari publik. Sesuai dengan Wilson dan penganjur diplomasi terbuka lainnya memandang bahwa kepentingan nasional lebih aman berada di tangan publik daripada beberapa kelompok elit meski bagus dalam hal negosiasi. Namun, tetap saja, menurut Nicholson, diplomasi ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu apabila pihak legislatif mengingkari persetujuan yang telah ditandatangani, maka seluruh perjanjian internasional kemungkinan berakhir dengan situasi yang anarki. Kedua, sikap tidak peduli dari orang yang berhak memilih diakibatkan dari minimnya pengetahuan terhadap suatu perjanjian, kemudian bahaya penundaan dan keraguan yang menimbulkan kemudahan dari berubahnya kebijakan demokratis.

3.        Diplomasi Totaliter
     Nicholson menyatakan bahwa diplomasi ini mempunyai sifat khusus, yaitu pembuatan keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Oleh karena itu, diplomasi ini memiliki beberapa kelebihan dan juga kekurangan. Kelebihannya terletak pada pengawasan oleh penguasa tunggal, tidak tunduk kepada pengawasan lembaga yang lebih besar, dengan demikian tidak banyak bahaya kebocoran informasi. Sebaliknya, dikarenakan diplomat negara totaliter harus memenuhi instruksi, kurang mempunyai kesempatan untuk bertindak luwes saat perundingan berlangsung. Bagi negara-negara totaliter, diplomasi semata-mata hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan, dengan cara apa pun, tanpa terhambat oleh batasan-batasan yang ada.

4.        Diplomasi Konferensi
     Menurut Djelantik (2008), diplomasi ini berlangsung dalam berbagai bentuk, seperti konferensi ad hoc yang tidak signifikan. Dalam berbagai situasi, diplomasi ini memberi kemungkinan paling besar untuk keberhasilan negosiasi, karena difokuskan pada satu masalah dan mendorong pihak-pihak terkait untuk mencapai suatu kesepakatan. Sedangkan menurut Roy (1995), diplomasi multilateral atau parlementer merupakan tipe dari diplomasi konferensi dan biasanya mempunyai keistimewaan sendiri, karena umunya mengikuti prosedur dan teknik dari negara demokratis. Sebagaimana Sir Thomas Hovet Jr, mengatakan “Yang mendasar bagi jenis diplomasi ini, ialah keyakinan dari pentingnya pendapat umum dunia, dengan begitu dapat dimungkinkan untuk mampu mendinginkan situasi dan mencegah peristiwa yang mengarah kepada konflik”. Diplomasi publik yang merupakan bentuk diplomasi konferensi, juga merupakan kombinasi dari diplomasi multilateral dan parlementer memiliki kebaikan dan kekurangan.
     Kebaikannya terletak pada saat pertemuan berlangsung, dimana dapat membantu mendamaikan pendapat-pendapat bertentangan melalui arbitrasi, dan juga memungkinkan untuk terwujudnya gotong royong. Menurut Djelantk (2008), idealnya diplomasi publik membuka jalan bagi negosiasi antar pemerintah, memberi masukan melalui informasi-infomrasi penting dan memberikan cara pandang berbeda terhadap suatu masalah. Sebaliknya, diplomasi publik memperlihatkan kekurangannya pada saat setelah mengambil posisi yang tegas, sulit untuk mengubah sikap terhadap masalah itu, maka dari itu apabila suatu pergeseran terjadi dapat diartikan sebagai kekalahan diplomatik. Namun, secara keseluruhannya, tujuan diplomasi publik ialah untuk menumbuhkan opini masyarakat yang positif di negara lain melalui interaksi dengan kelompok-kelompok kepentingan.

5.        Diplomasi Diam – Diam
     Diplomasi ini sangat berkaitan dengan diplomasi di PBB, dimana menurut Thomas Hovet Jr. keberhasilan diplomasi di PBB pada penggunaan metode diplomatik publik bersama-sama dengan bentuk diplomasi yang lebih diam. Hal ini menciptakan kondisi baru, dimana dapat memberikan kontak-kontak diplomatik, memberikan keuntungan karena lebih informal. Namun, diplomasi ini bukan diplomasi rahasaia “tipe strategi diplomatik lama” dalam bentuk baru, tipe diplomasi ini terjadi dimana pertukaran pandangan secara diam-diam oleh para delegasi. Bagi negara-negara besar, tipe ini merupakan tipe diplomasi yang paling efektif, dimana saat mereka tidak bisa memperbarui sikap terbuka tanpa kehilangan muka, mereka dapat berunding secara diam-diam, baik secara bilateral maupun melalui jasa-jasa baik PBB.
6.        Diplomasi Preventif
     Diplomasi dengan menjaga perselisihan di dunia ketiga, agar tetap bersifat lokal atau tidak terkait dengan situasi yang penuh ancaman. Menurut Hammarskjold “diplomasi ini mempunyai kedudukan penting dalam kasus permulaan yang dapat dikatan sebagai akibat atau tidak sengaja menimbulkan resiko dari terciptanya suatu kekosongan kekuasaan antar blok utama”. Kedudukan penting dalam diplomasi preventif sangat berguna, karena apabila permusuhan skala besar pecah, setiap usaha yang dilakukan untuk melokalisasi permusuhan-permusuhan dan mengakhirinya segera mungkin (Roy, 1995). Prinsip diplomasi preventif ialah membuat jarak dengan kepentingan langsung sebuah negara untuk memberikan bantuan moril maupun materiil. Diplomasi ini juga lebih dari sekedar menyelamatkan dunia, tetapi mencegah agar tidak terisolasi dengan masyarakat internasional. Menurut Djelantik (2008), ada tiga tujuan utama diplomasi preventif, 1) mencegah konlik antar negara dengan kelompok minoritas di dalam negara; 2) mencegah perselisihan menjadi konflik terbuka; dan 3) jika ada konflik, memastikan penyebarannya sekecil mungkin.

7.        Diplomasi Sumberdaya
     Sumberdaya dapat dikatakan menjadi sumber bargaining power bagi suatu Negara terhadap negara lain. Bahan-bahan mentah penting seperti batu bara, minyak, uranium, dan sebagainya memainkan peranan penting dalam perkembangan industri. Negara-negara yang memiliki bahan-bahan strategis tersebut, dapat memperoleh keuntungan lebih apabila mereka membentuk front bersama, seperti OPEC. Keudukan penting minyak dalam operasi ekonomi indutri modern, yang tidak akan pernah berhenti menjadikan hal ini sebagai kompetisi oleh negara-negara di dunia. Dapat terlihat bahwa, sebagian besar negara di dunia sangat bergantung terhadap bahan-bahan penting tersebut. Maka dari itu, keuntungan mulak yang mereka peroleh dapat digunakan sebagai bentuk usaha dari diplomasi.

Studi Kasus:
     Banyak negara yang secara aktif melakukan diplomasi publik, antara lain dengan memanfaatkan film sebagai instrumen diplomasi kebudayaan, salah satunya Tiongkok. Tujuannya untuk memperkenalkan kebudayaan dan membangun dominasi ekonomi serta  politik di luar negaranya. Indonesia pun menjadi target diplomasi publik Tiongkok, guna memberikan gambaran mendalam mengenai Tiongkok, Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta bekerjasama dengan berbagai lembaga di Indonesia secara rutin menyelenggarakan kegiatan pemutaran film dan diskusi mengenai Tiongkok. Tahun 2016 ini kegiatan tersebut baru saja dilakukan pada 21-30 Mei 2016 lalu melalui kegiatan Pekan pemutaran dan Kuliah Umum Film Tiongkok. Kegiatan yang dilakukan Kedutaan Besar Tiongkok bekerjasama dengan Pusat Produksi Film Negara (PPFN) Indonesia dan Red White Company, diselengarakan di gedung bioskop dan kampus-kampus perguruan tinggi di Jakarta seperti Universitas Indonesia dan Universitas Nasional, diawali dengan pemutaran film Mongolian Tale produksi tahun 1995. Film ini sendiri bercerita tentang kehidupan seorang pria dan wanita asal etnis Mongol yang tinggal di kawasan Mongolia Dalam.
     Film tersebu menjadi salah satu warisan yang berisikan nilai-nilai budaya suatu masyarakat yang dapat dipahami oleh generasi-generasi selanjutnya. Melalui Mongolian Tale, Tiongkok berhasil menginformasikan sisi lain negeri tirai bambu tersebut dan membangun citra positif di dunia internasional dan juga sukses menginformasikan bahwa meski mayoritas penduduknya berasal dari etnis Han, namun etnis minoritas pun dapat hidup dengan damai berdampingan bersama etnis lainnya. Hal ini ditegaskan oleh Atase Kebudayaan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, Weng Yu, mengatakan bahwa, "etnis Mongol merupakan salah satu dari 56 etnis yang terdapat di Tiongkok di mana kesemuanya dapat hidup berdampingan (news.detik.com)

Referensi:
Roy, S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Reed J. Frederick. Diplomacy As An Instrument Of National Power. United States Army War Colleger, Strategies Studies Instititute, 2010.
Diplomasi Film Tiongkok di Indonesia. Diakses melalui [http://news.detik.com/kolom/3227400/diplomasi-film-tiongkok-di-indonesia] pada 20 September 19.21 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar