Instrumen
Diplomasi dan Tipe-tipe Diplomasi
Instrumen
utama diplomasi adalah negosiasi, baik dalam pengaturan formal atau informal. Dalam
artian semua diplomasi adalah penyesuaian konstan hubungan antara negara-negara
diupayakan secara bersamaan melalui beberapa dialog: bilateral, multilateral,
konferensi khusus dan kesempatan lain. Umumnya bertujuan, walaupun tidak
selalu, yaitu untuk mencapai kesepakatan yang beragam (Diplomacy as An
Instrument of National Power, 2010). Dengan kata lain, dapat diartikan sebagai
suatu alat bagi suatu Negara untuk mencapai tujuan-tujuan diplomatiknya,
melalui berbagai macam cara. Menurut Kautilya (Roy, 1995) hal ini dapat
dilakukan dengan penerapan satu atau kombinasi dari empat prinip utama
instrumen diplomasi ialah sama, dana, danda
dan bedha – perdamaian atau
negosiasi, memberi hadiah atau konsesi, menciptakan perselisihan, mengancam
atau menggunakan kekuatan nyata. Suatu Negara, dapat menjalankan tiga model
tingkah laku – co operation, accomodation
dan opposition (kerja sama, penyesuaian,
dan penentangan). Kerja sama dan penyesuaian dapat dicapai melalui negosiasi,
apabila negosiasi gagal dengan melalui cara damai, penetangan dalam berbagai
bentuk termasuk penggunaan kekuatan diambil sebagai ganti. Hal tersebut
dianggap sebagia sarana penting yang dipakai diplomasi untuk mencapai tujuan.
Tipe
– tipe Diplomasi
1.
Diplomasi Komersial
Diplomasi ini merupakan diplomasi borjuis,
didasarkan pada penyelesaian kompromis antara yang berselisih melalui
negosiasi, “pada umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran total
musuh-musuh”. Maka Konotasi Nicholson tentang diplomasi borjuis tidak mempunyai
sesuatu yang baru untuk ditawarkan, karena pertimbangan utama diplomasi
peningkatan kepentingan nasional, harus berhubungan dengan pengertian finansial
yang dicapai antara negara-negara. Dikarenakan revolusi teknologi, aspek
ekonomi dari diplomasi sekarang ini memperoleh perhatian besar, yang dimana
suatu Negara sebagian besar tergantung pada sumberdaya ekonominya. Dari
instrumen ekonomi ini, perdagangan paling penting. Dikatakan diplomasi
komersial atau diplomasi melalui ekonomi dimana diplomasi dikaitkan dengan
faktor-faktor ekonomi. Instrumen ekonomi diterapan dalam waktu perang dan
damai; perdagangan internasional dan bantuan internasional sebagai alat
diplomasi. Menurut Djelantik (2008), terdapat 4 pilar kegiatan ekonomi yaitu,
1) promosi perdagangan, untuk meningkatkan ekspor; 2) promosi peluang
investasi; 3) menarik masuknya teknologi memadai; dan 4) pengelolaan bantuan
ekonomi bagi negara-negara berkembang sebagai negara penerima dan pendonor bagi
negara maju.
2.
Diplomasi Demokratis
Juga dikenal sebagai diplomasi terbuka,
dimana diplomasi ini diharuskan untuk dilakukan secara terus terang dan
terbuka, serta memperoleh pengawasan penuh dari publik. Sesuai dengan Wilson
dan penganjur diplomasi terbuka lainnya memandang bahwa kepentingan nasional
lebih aman berada di tangan publik daripada beberapa kelompok elit meski bagus
dalam hal negosiasi. Namun, tetap saja, menurut Nicholson, diplomasi ini
mempunyai beberapa kelemahan, yaitu apabila pihak legislatif mengingkari
persetujuan yang telah ditandatangani, maka seluruh perjanjian internasional
kemungkinan berakhir dengan situasi yang anarki. Kedua, sikap tidak peduli dari
orang yang berhak memilih diakibatkan dari minimnya pengetahuan terhadap suatu
perjanjian, kemudian bahaya penundaan dan keraguan yang menimbulkan kemudahan
dari berubahnya kebijakan demokratis.
3.
Diplomasi Totaliter
Nicholson menyatakan bahwa diplomasi ini
mempunyai sifat khusus, yaitu pembuatan keputusan tidak berada di bawah
pengawasan rakyat. Oleh karena itu, diplomasi ini memiliki beberapa kelebihan
dan juga kekurangan. Kelebihannya terletak pada pengawasan oleh penguasa
tunggal, tidak tunduk kepada pengawasan lembaga yang lebih besar, dengan
demikian tidak banyak bahaya kebocoran informasi. Sebaliknya, dikarenakan
diplomat negara totaliter harus memenuhi instruksi, kurang mempunyai kesempatan
untuk bertindak luwes saat perundingan berlangsung. Bagi negara-negara totaliter,
diplomasi semata-mata hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan, dengan cara
apa pun, tanpa terhambat oleh batasan-batasan yang ada.
4.
Diplomasi Konferensi
Menurut Djelantik (2008), diplomasi ini
berlangsung dalam berbagai bentuk, seperti konferensi ad hoc yang tidak signifikan. Dalam berbagai situasi, diplomasi ini
memberi kemungkinan paling besar untuk keberhasilan negosiasi, karena
difokuskan pada satu masalah dan mendorong pihak-pihak terkait untuk mencapai
suatu kesepakatan. Sedangkan menurut Roy (1995), diplomasi multilateral atau
parlementer merupakan tipe dari diplomasi konferensi dan biasanya mempunyai
keistimewaan sendiri, karena umunya mengikuti prosedur dan teknik dari negara
demokratis. Sebagaimana Sir Thomas Hovet Jr, mengatakan “Yang mendasar bagi
jenis diplomasi ini, ialah keyakinan dari pentingnya pendapat umum dunia,
dengan begitu dapat dimungkinkan untuk mampu mendinginkan situasi dan mencegah
peristiwa yang mengarah kepada konflik”. Diplomasi publik yang merupakan bentuk
diplomasi konferensi, juga merupakan kombinasi dari diplomasi multilateral dan
parlementer memiliki kebaikan dan kekurangan.
Kebaikannya terletak pada saat pertemuan
berlangsung, dimana dapat membantu mendamaikan pendapat-pendapat bertentangan
melalui arbitrasi, dan juga memungkinkan untuk terwujudnya gotong royong.
Menurut Djelantk (2008), idealnya diplomasi publik membuka jalan bagi negosiasi
antar pemerintah, memberi masukan melalui informasi-infomrasi penting dan
memberikan cara pandang berbeda terhadap suatu masalah. Sebaliknya, diplomasi
publik memperlihatkan kekurangannya pada saat setelah mengambil posisi yang
tegas, sulit untuk mengubah sikap terhadap masalah itu, maka dari itu apabila
suatu pergeseran terjadi dapat diartikan sebagai kekalahan diplomatik. Namun,
secara keseluruhannya, tujuan diplomasi publik ialah untuk menumbuhkan opini
masyarakat yang positif di negara lain melalui interaksi dengan
kelompok-kelompok kepentingan.
5.
Diplomasi Diam – Diam
Diplomasi ini sangat berkaitan dengan
diplomasi di PBB, dimana menurut Thomas Hovet Jr. keberhasilan diplomasi di PBB
pada penggunaan metode diplomatik publik bersama-sama dengan bentuk diplomasi
yang lebih diam. Hal ini menciptakan kondisi baru, dimana dapat memberikan
kontak-kontak diplomatik, memberikan keuntungan karena lebih informal. Namun,
diplomasi ini bukan diplomasi rahasaia “tipe strategi diplomatik lama” dalam
bentuk baru, tipe diplomasi ini terjadi dimana pertukaran pandangan secara
diam-diam oleh para delegasi. Bagi negara-negara besar, tipe ini merupakan tipe
diplomasi yang paling efektif, dimana saat mereka tidak bisa memperbarui sikap
terbuka tanpa kehilangan muka, mereka dapat berunding secara diam-diam, baik
secara bilateral maupun melalui jasa-jasa baik PBB.
6.
Diplomasi Preventif
Diplomasi dengan menjaga perselisihan di
dunia ketiga, agar tetap bersifat lokal atau tidak terkait dengan situasi yang
penuh ancaman. Menurut Hammarskjold “diplomasi ini mempunyai kedudukan penting
dalam kasus permulaan yang dapat dikatan sebagai akibat atau tidak sengaja
menimbulkan resiko dari terciptanya suatu kekosongan kekuasaan antar blok
utama”. Kedudukan penting dalam diplomasi preventif sangat berguna, karena
apabila permusuhan skala besar pecah, setiap usaha yang dilakukan untuk
melokalisasi permusuhan-permusuhan dan mengakhirinya segera mungkin (Roy,
1995). Prinsip diplomasi preventif ialah membuat jarak dengan kepentingan
langsung sebuah negara untuk memberikan bantuan moril maupun materiil.
Diplomasi ini juga lebih dari sekedar menyelamatkan dunia, tetapi mencegah agar
tidak terisolasi dengan masyarakat internasional. Menurut Djelantik (2008), ada
tiga tujuan utama diplomasi preventif, 1) mencegah konlik antar negara dengan
kelompok minoritas di dalam negara; 2) mencegah perselisihan menjadi konflik
terbuka; dan 3) jika ada konflik, memastikan penyebarannya sekecil mungkin.
7.
Diplomasi Sumberdaya
Sumberdaya dapat dikatakan menjadi sumber bargaining power bagi suatu Negara
terhadap negara lain. Bahan-bahan mentah penting seperti batu bara, minyak,
uranium, dan sebagainya memainkan peranan penting dalam perkembangan industri.
Negara-negara yang memiliki bahan-bahan strategis tersebut, dapat memperoleh
keuntungan lebih apabila mereka membentuk front bersama, seperti OPEC. Keudukan
penting minyak dalam operasi ekonomi indutri modern, yang tidak akan pernah
berhenti menjadikan hal ini sebagai kompetisi oleh negara-negara di dunia.
Dapat terlihat bahwa, sebagian besar negara di dunia sangat bergantung terhadap
bahan-bahan penting tersebut. Maka dari itu, keuntungan mulak yang mereka
peroleh dapat digunakan sebagai bentuk usaha dari diplomasi.
Studi Kasus:
Banyak negara yang secara
aktif melakukan diplomasi publik,
antara
lain dengan memanfaatkan
film sebagai instrumen diplomasi kebudayaan, salah satunya Tiongkok. Tujuannya untuk memperkenalkan
kebudayaan dan membangun dominasi ekonomi serta politik di luar negaranya. Indonesia pun menjadi target diplomasi
publik Tiongkok, guna
memberikan gambaran mendalam mengenai Tiongkok, Kedutaan Besar Tiongkok di
Jakarta bekerjasama dengan berbagai lembaga di Indonesia secara rutin
menyelenggarakan kegiatan pemutaran film dan diskusi mengenai Tiongkok. Tahun
2016 ini kegiatan tersebut baru saja dilakukan pada 21-30 Mei 2016 lalu melalui
kegiatan Pekan pemutaran dan Kuliah Umum Film Tiongkok. Kegiatan yang dilakukan Kedutaan Besar
Tiongkok bekerjasama dengan Pusat Produksi Film Negara (PPFN) Indonesia dan Red
White Company,
diselengarakan di gedung bioskop dan kampus-kampus perguruan tinggi di Jakarta
seperti Universitas Indonesia dan Universitas Nasional, diawali dengan
pemutaran film Mongolian Tale produksi tahun 1995. Film ini sendiri bercerita tentang
kehidupan seorang pria dan wanita asal etnis Mongol yang tinggal di kawasan
Mongolia Dalam.
Film tersebu menjadi salah satu warisan yang
berisikan nilai-nilai budaya suatu masyarakat yang dapat dipahami oleh generasi-generasi selanjutnya.
Melalui
Mongolian Tale, Tiongkok berhasil menginformasikan sisi lain negeri tirai bambu
tersebut dan membangun citra positif di dunia internasional dan juga sukses menginformasikan bahwa
meski mayoritas penduduknya berasal dari etnis Han, namun etnis minoritas pun
dapat hidup dengan damai berdampingan bersama etnis lainnya. Hal ini ditegaskan oleh Atase
Kebudayaan Kedutaan Besar Tiongkok di Jakarta, Weng Yu, mengatakan bahwa,
"etnis Mongol merupakan salah satu dari 56 etnis yang terdapat di Tiongkok
di mana kesemuanya dapat hidup berdampingan (news.detik.com)
Referensi:
Roy,
S.L. 1995. Diplomasi. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Reed J. Frederick. Diplomacy
As An Instrument Of National Power. United States Army War Colleger,
Strategies Studies Instititute, 2010.
Diplomasi
Film Tiongkok di Indonesia.
Diakses melalui [http://news.detik.com/kolom/3227400/diplomasi-film-tiongkok-di-indonesia]
pada 20 September 19.21 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar