Kamis, 29 September 2016

Tipe - tipe Diplomasi dan Instrumen Diplomasi - Homsyah Nurul Aini (2014230048)


                                  Tipe-tipe diplomasi dan Instrumen Diplomasi



Di era globalisasi ini atau di zaman yang sudah modern ini diplomasi dikategorikan menurut metode dalam hubungan-hubungan diplomatik. Kategori-kategori ini diberi nama yang berbeda berdasarkan tipe nya. Tipe-tipe diplomasi ada berbagai macam yaitu sebagai berikut:
1.      Diplomasi komersial
Nicholson berkata bahwa konsep diplomasi komersial, perdagangan atau shop keeper. Diplomasi ini merupakan diplomasi borjuis atau diplomasi sipil yang didasarkan pada anggapan bahwa penyelesaian kompromis antara mereka yang berselisih melalui negoisasi adalah “pada umumnya lebih menguntungkan daripada penghancuran total musuh-musuh”. Melalui negoisasi dan persetujuan untuk saling memberi konsesi, maka beberapa pengrtian kokoh akan bisa dicapai. Tujuan utama diplomasi yang bermanfaat adalah untuk berusaha mencapai suatu persetujuan melalui negoisasi. Pertimbangan utama diplomasi peningkatan kepentingan nasional, ia harus berhubungan dengan pengertian finansial yang di capai antara negara-negara pula. Dikarenakan revolusi teknologi, aspek ekonomi dari diplomasi sekarang ini sedang memperoleh perhatian yang makin besar. Maka setiap negara berusaha untuk memperbesar sumberdaya ekonominya melalui diplomasi dan cara-cara damai. Dari instrumen ekonomi ini, perdagangan dan perniagaan, pemberian sanksi bantuan ekonomi juga telah menjadi alat diplomasi penting masa kini. Kita bisa menyebutnya sebagai diplomasi komersial atau diplomasi melalui ekonomi, yaitu diplomasi yang dikaitkan dengan faktor-faktor ekonomi.
2.      Diplomasi demokratis
Dengan kelahiran era “diplomasi terbuka”, sebuah tipe baru tampaknya telah membuat kemajuan besar. Tipe diplomasi baru ini telah disebut sebagai “diplomasi demokratis”. Di sembarang demokrasi penguasa yang berdaulat ditetapkan dalam wakil-wakil rakyat yang dipilih. Tetapi sampai pada saat perang dunia I negoisasi diplomatik sering dijadikan rahasia tidak hanya kepada masyarakat umum tetapi juga kepada wakil-wakil terpilih. Hanya beberapa anggota pemerintah yang berpengaruh saja yang diberi penjelasan rinci dari persetujuan-persetujuan itu. Dengan begitu baik rakyat perancis demokratis maupun inggris demokratis tidak mengetahui ketentuan-ketentuan lengkap dari aliansi perancis-rusia atau persetujuan yang dicapai antara penguasa militer inggris dan perancis. Tetapi ketentuan-ketentuan dalam perjanjian tersebut melibatkan rakyat untuk berperang dalam perjanjian tersebut melibatkan rakyat untuk berperang dalam mendukung sekutu-sekutu mereka. Tetapi setelah munculnya “diplomasi terbuka” gaungnya telah menimbulkan tuntutan yang kuat bahwa diplomasi harus dijalankan secara terus terang dan terbuka serta memperoleh pengawasan penuh dari publik. Prinsip-prinsip bentuk pemerintahan demokrasi meminta bahwa dalam urusan-urusan yang mempengaruhi kepentingan vital negara maka publik harus tetap diberitahu mengenai tiap tahap negoisasi. Tetapi seorang diplomat harus selalu mencoba mempertahankan hubungan yang terus menerus dengan departemen luar negeri negaranya. Faktor terpenting yang membantu terwujudnya kontrol demokratis atas diplomasi adalah masalah ratifikasi perjanjian oleh pihak legislatif. Perkembangan diplomasi demokratis telah menimbulkan beberapa persoalan dalam praktek-praktek diplomatik pula. Masalah pertama adalah publisitas, yaitu hubungan antara pers dan kantor departemen luar negeri. Sebagaimana sifat pers yang bebas di negara demokratis, ia sering menunjukkan perbuatan yang tidak bijaksana dalam menyebarkan berita, pers yang diharapkan menyajikan maksud sesungguhnya dari departemen luar negeri atau gambaran sebenarnya sebuah situasi, bisa menegrjakan yang justru sebaliknya. Dengan munculnya diplomasi demokratis, peranan yang dimainkan oleh negarawan politikus semakin tumbuh. Kontak-kontak personal di antara para negarawan dari negara-negara yang sedang berunding kadang-kadang diperlukan. Tetapi mereka juga menimbulkan pengharapan yang berlebihan yang mungkin tetap tak terpenuhi.
3.      Diplomasi totaliter
Totaliterianisme modern muncul sesudah perang dunia I. Pertumbuhannya disebabkan oleh berbagai faktor. Antara lain, nasionalisme ekstrim, nasionalisme ekonomi dan pertimbangan ideologis adalah yang paling vital dalam mengembangkan kecenderungan totaliter. Nasionalisme ekstrim berbicara berulang-ulang tentang pemujaan patriotisme dan loyalitas kepada negara berapa pun harga pengorbanannya. Dalam mengejar politik luar negeri dan hubungan-hubungan diplomatiknya, negara-negara totaliter mempunyai kecenderungan yang tetap. Mereka biasanya menggunakan sikap agresif dalam menghadapi rivalnya. Dalam hubungan diplomatiknya mereka menunjukkan kekuatannya dan sering sikap yang kaku. Pada saat berunding, seluruh mekanisme dilibatkan guna melaksanakan propaganda yang cerdik untuk menghadirkan pandangan mereka kepada dunia dalam penjelasan-penjelasan yang menguntungkan mereka. Untuk lebih memahami diplomasi totaliter, ada beberapa ciri menurut Nicholson yang bisa membuat kita mudah untuk memahami diplomasi totaliter ini, seperti:
§  Pembuat keputusan tidak berada di bawah pengawasan rakyat. Satu orang atau kelompok kecil bisa mengambil keputusan akhir dalam segala hal dalam waktu singkat.
§  Diplomat yang dilibatkan dalam perundingan mempunyai instruksi khusus dan harus mengikuti petunjuk yang diberikan atasannya.
§  Diplomat mengetahui dengan tepat seberapa jauh ia bisa memberi atau mengakomodasi pandangan pihak lain. Dalam Negara totaliter, kekuasaan tertinggi diterapkan pada satu orang atau sedikit orang. Mereka bisa mengambil keputusan cepat tanpa ada debat dalam legislatif atau forum luas lainnya. Kebocoran rahasia juga akan terjamin.
Diplomasi totaliter mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan diplomasi demokratis. kelebihannya adalah hanya karena diawasi oleh penguasa tunggal yang tidak tunduk kepada pengawasan lembaga yang lebih besar dan oleh karenanya diplomat mengetahui tepat seberapa jauh ia bisa memberi dan mengakomodasi pandangan pihak lain. Diplomasi yang sukses itu punya kekuatan . diplomasi yang gagal menggunakan semua daya dalam pelaksanaannya tidak memperoleh banyak hasil dan tidak pula berperan sebagai sarana efektif untuk memecahkan konflik.
4.      Diplomasi melalui konperensi
Diplomasi ini muncul secara bertahap menjadi model mulai awal abad ke-20. Sebagai contoh Konferensi Hague pada tahun 1899 dan 1907. Sejak Perang Dunia I bahwa jenis diplomasi ini mulai memainkan peranan penting dalam hubungan internasional. Ada beberapa sebab dibelakangnya. Selama perang banyak masalah penting yang membutuhkan keputusan yang cepat di antara para partner perang, tetapi ini tidak mungkin dilakukan dengan cara-cara komunikasi diplomatik yang biasa. Sesudah Perang Dunia I, muncul tipe baru diplomasi melalui konferensi yang terorganisir dan permanen, seiring dengan terbentuknya organisasi-organisasi internasional seperti LBB (Liga Bangsa-Bangsa) yang kemuduan diikuti dengan terbentuknya PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). LBB yang diciptakan sesudah Perang Dunia I, bertindak sebagai forum internasional, dimana para para wakil negara-negara membicarakan kepentingan yang saling menguntungkan atau bertentangan, dan berusaha untuk memecahkannya melaui perundingan. LBB tidak dapat bertahan lama karena semua negara besar dunia atau mayoritas negara-negara tidak pernah ikut ke dalam Liga dan ketidakpatuhan negara-negara besar yang menjadi anggota untuk menepati prinsip dan kesepakatan yang telah disetujui. Oleh karena itu, ia tidak bisa disebut sebagai sebuah organisasi.
PBB adalah dalam suatu arti, merupakan konferensi internasional yang permanen. Para wail dari hampir semua negara di dunia, ditempatkan di markas besar organisasi PBB. Kehadiran mereka membawa suasana yang cocok bagi negosiasi diplomatik. Ini telah membawa perubahan revolusioner di bidang diplomasi konferensi.
Diplomasi multilateral atau parlemen merupakan tipe diplomasi konferensi. Bentuk parlementer diplomasi multilateral ini muncul sesudah Perang Dunia I dalam bentuk LBB dan muncul kembali sesudah Perang Dunia II dalam bentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan mayoritas di PBB bagaimanapun terkadang bisa mempunyai efek terbatas pada negra yang mempunyai bentuk demokrasi. Salah satu aspek penting lainnya dari bentuk diplomasi ini yang perlu mendapat pertimbangan adalah partisipasi negara-negara dalam persoalan yang di dalamnya mereka tidak terlibat secara langsung. Berkebalikan dengan diplomasi tradisonla pada abad ke-19, kita menjumoai negara-negara yang mengambil bagian dlam debat dan memberikan suaranya atas masalah-masalah yang terutama lokal atau regional dan dimana mereka tidak mempunyai kepentingan khusus. Di sini perlu dicatat bahwa revolusi teknologi telah meningkatkan komunikasi antara berbagai bagian dunia. Akibatnya dunia kita menjadi sing berhubungan dan saling bergantung hampir tidak ada bagian dunia yang tidak terpengaruh oleh masalah besar atau sesuatu yang besar yang sedang terjadi.
Karena diplomasi konferensi PBB dilakukan di depan penglihatan umum, ia jga disebut “diplomasi publik”. Meningkatnya pentingnya PBB, perkembangan teknologi, khususnya dibidang komunikasi, dan sebagainya telah membantu berdirinya diplomasi publik pada basis yang kuat. Diperkaya dengan pengalaman-pengalaman yang diperoleh oleh kegiatan-kegiatan LBB. Seperti yang dikatakan oleh Sir Thomas Hovet Jr, “yang mendasar bagi jenis diplomasi ini adalah keyakinan akan pentingnya pendapat umum dunia. Dalam menekankan pentingnya pendapat umum pada politik internasional. amerika serikat dan Uni Soviet saling bersaing dalam mendukung gerakan-gerakan antikolonial karena pendapat umum dunia mendukung mereka pula. AS dan Uni Soviet telah menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam memperinci dan embicarakan proposal pelucutan senjata, tidak dengan harapan agar pihak lain akan mau menerimanya tetapi tetap hanya untuk menghormati pendapat umum dunia. Melalui LBB dan penerusnya PBB dan berbagai badan yang berafiliasi kepadanya, diplomasi ini dapat melembaga. Pertemuan-pertemuan periodic dewan-dewan dan Majelis PBB, bisa menambah peranan pihak-pihak yang tidak tertarik yang bisa membantu mendamaikan pendapat-pendapat yang bertentangan melalui arbitrasi.
5.      Diplomasi diam-diam
Diplomasi ini sengaja dilakukan secara diam-diam tanpa publikasi terlebih dahulu, sampai ketika dirasa aman dalam mencapai kesepakatan, barulah hal ini dipublikasikan. Tidak di publikasikannya diplomasi ini agar opini publik, khusunya dalam negeri, tidak merusak atau mengagalkan rencana pemerintah. Istilah ‘diplomasi diam-diam’ sangat erat dikaitkan dengan diplomasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pertumbuhan dan meningkatnya pengaruh PBB telah menyertakan dalam perjalanannya perkembangan-perkembangan peranan penting Majelis Umum, Dewan Keamanan, dan beberapa badan lainnya telah tumbuh dengan baik. Kontak diplomatik di PBB telah memberikan keuntungan karena lebih informal, dan dengan begitu memberikan kerangka yang menyenangkan bagi diplomasi diam-diam. Ada beberapa negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan negara lain karena berbagai alasan. Negara semacam itu yang tidak mempunyai hubungan diplomatik, bisa melakukan kontak melalui wakil masing-masing dan bisa dengan diam-diam mencoba menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka. Dengan begitu diplomasi diam-diam telah mulai memperoleh peranan yang makin besar dalam politik dunia. Prosedur yang dilaksanakan PBB tidak berbeda dengan praktek-praktek diplomasi modern. Dalam periode transisi, dimana diplomasi rahasia tradisional telah ketinggalan zaman tetapi dunia baru belum mampu menyesuaikan diri sepenuhnya kepada diplomasi publik, diplomasi diam-diam mempunyai peran yang besar untuk dijalankan. Dalam mengusahakan keberhasilan diplomasi ini, peranan sekretaris Jendral PBB sangat besar sebagai katalisator dalam memudahkan diplomasi diam-diam serta sebagai penengah bagi pertukaran informasi, pandangan dan sumber saran bagi negosiasi dan rekonsiliasi. Seorang Sekretaris Jendal tidak diharapkan untuk memasuki negosiasi kecuali diminta salah satu atau kedua belah pihak. Tetapi terkadang Sekretaris Jendral mengambil inisiatif dan tidak menunggu permintaan bantuannya untuk memudahkan perundingan sepertikasus misi Bek-Frus ke Kamboja dan Thailand. Tetapi inisiatif Sekretaris Jendral dalam memasuki fase negosiasi yang diam-diam ini sangat bergantung pada hubungan personal dengan delegasi-delegasi terkait. Dengan ini bisa dikatakan bahwa Sekretaris Jendral dalam melaksanakan diplomasi diam-diam adalah  berganda: bisa peran dalam tingkat-tigkat awal sebelum diskusi umum suatu masalah; atau bisa memasuki fase-fase yang mengikuti sebuah diskusi umum.
Diplomasi ‘diam-diam’ adalah sebuah tipe baru diplomasi yang telah dikembangkan dengan pertumbuhan dan perkembangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Stoesinger mangatakan bahwa ‘diplomasi diam-diam’ PBB telah menunjukkan bahwa pada zaman ‘perjanjian terbuka dicapai secara terbuka’, tipe strategic diplomatik yang lebih kunp bisa membuat kontribusi yang paling penting. Versi modern diplomasi rahasia ini telah merupakan hasil langsung kegagalan multilateralisme baru. Sesunggunya diplomasi ini hanya bisa subur dalam lingkungan badan dunia seoerti Perserikatan Bangsa-bangsa di mana para wakil berbagai negara bisa berunding secara diam-diam, tetapi tidak perlu secara rahasia, baik secara bilateral maupun multilateral di luar pandangan publik. Diplomasi diam-diam, seperti diplomasi publik, adalh perkembangan cara-cara diplomasi tersendiri dalam Perserikatan Bangsa-bangsa.
6.      Diplomasi preventif
Seperti diplomasi publik dan diplomasi diam-diam “diplomasi preventif” juga telah tumbuh dari teknik-teknik baru diplomasi yang berkembang di PBB. Diplomasi ini merupakan fungsi penetral untuk dijalankan sejauh mungkin oleh negara-negara yang sikap tidak memihaknya dalam perang dingin diimbangi oleh komitmen untuk membuat PBB sebagai penyeimbang hubungan internasional yang efektif dalam era perang dingin. Diplomasi yang dilakukan khususnya oleh negara-negara Dunia Ketiga untuk mencegah keterlibatan superpower atau negara-negara besar dalam sebuah konflik lokal atau regional dengan cara berusaha menyelesaikan sendiri persoalan ketegangan atau konflik regional tersebut. Menurut Mochamad Bedjaoui diplomasi ini memiliki 3 tujuan utama:
(1) mencegah konflik antar pemerintah dan kelompok minoritas dalam suatu negara, (2) mencegah perselisihan dan konflik secara terbuka,
(3) mencegah penyebaran konflik sekecil-kecilnya apabila terjadi konflik, (Djelantik,2008).
Diplomasi preventif ini dapat dilakukan melalui jalur politik, militer, ekonomi, yang dilakukan oleh pemerintah. Diplomasi preventif bukanlah hal baru. Diplomasi ini selalu, atauhampir selalu ada pada semua masyarakat. Contohnya, perkawinan antara dua kerajaan, membentuk aliansi politik, militer antara dua atau lebih krajaan, mempertukarkan dan merumuskan kesepakatan, semuanya merupakan cara-cara menjaga dan memperjuangkan kepentingan nasional. Diplomasi preventif bertujuan untuk menjaga kepentingan diplomasi satu negara dan bukan mewujudkan perdamaian kawasan. Pada abad sebelumnya, negara tidak ragu melakukan diplomasi preventif ini untuk menjamin kepentingannya sendiri. Sering terjadi tindakan satu negara untuk melindungi kepentingannya tidak sesuai dengan keinginan untuk memelihara perdamaian kawasan. Diplomasi preventif semacam ini, disebut dengan “Diplomasi Preventif Tradisional” dan masih berlangsung hingga saat ini (Djelantik,2008). Negara-negara besar melakukan berbagai cara, diam-diam atau terang-terangan, kepada negara lain, untuk mendapatkan keuntungan materil atau untuk memperoleh konsensi perdagangan. Diplomasi preventif yang berbeda sama sekai diperkenalkan dewasa ini. Aktifitas perdamaian dunia merupakan hal yang penting. Pada prinsipnya upaya mengejar kepentingan nasional semata-mata telah dihapuskan, sementara para pendukung diplomasi preventif baru lebih mementingkan penanganan masalah secara global. Inilah hal mendasar yang membedakan diplomasi preventif kontemporer dengan diplomasi preventif yang tradisional (Djelantik,2008).
Dewasa ini dunia telah menjadi sebuah global village. Telekomunikasi membuat perbatasan negara semakin memudar, polusi tidak mengenal perbatasan laut atau batas daratan, dan perekonomian negara bergantung sepenuhnya  pada sistem perekonomian dunia. Iklim tidak didasarkan atas batas-batas teritorial negara. Keuangan dunia dan sistem pasar bursa tidak dibatasi kedaulatan nasional dan batas geografis. Interdepedensi merupakan ciri dunia saat ini. seperti yang diajarkan oleh para ekonom, bahwa kejadian di suatu wilayah akan mempengaruhi wilayah dunia lainnya. Tidak ada negara yang dapat hidup menyendiri sekarang. Semua negara sekarang bertetangga. Kenyataan-kenyataan di atas harus disikapi oleh diplomasi preventif kontemporer, baik melalui motivasi, tujuan, maupun tindakan. Data mendasar dlam masalah-masalah internasional secara radikal berubah, sehingga diplomasi preventif harus memperluas cara pandang masyarakat. Diplomasi seperti ini lebih sulit dan rapuh. Diplomasi kontemporer yang tujuan dasarnya adalah untuk mewujudkan perdamaian dunia secara global, universal, dan kolektif, tidak secara khusus memotivasi negara yang tidak menghadapi ancaman nyata baik secara geografis maupun politis, inilah yang menyebabkan diplomasi preventif kontemporer terkadang masih diragukan kegunaannya (Djelantik, 2008). Ada sebuah peristiwa pertama yang menunjukan pentingnya diplomasi preventif, yaitu laporan Departemen Luar Negeri AS yang dipublikasikan sejak tahun 1991 mengenai pembersihan etnis di bekas negara Yugoslavia. Konflik antar etnis dan agama di Bosnia dan Herzegovia terjadi selama empat tahun. Negara-negara Eropa tidak mampu melakukan diplomasi preventif untuk membatasi akibat yang lebih parah. Di Kosovo, republik keenam dari bekas negara Republik Federal Yugoslavia, tanda-tanda sudah tampak selama tiga tahun sampai konflik meluas menjadi konflik terbuka. Tidak ada tindakan yang diambil untuk mencegah konflik antara kaum minoritas Serbia dan kelompok mayoritas Muslim sampai dibom dijatuhkan oleh NATO dan menelan banyak korban ratusan ribu pengungsi. Setelah perang saudara di Rwanda yang menelan korban lebih dari satu juta orang, konflik internal yang hampir sama mulai mengancam negara tetangganya, Burundi. Kampanye diplomasi preventif dijalankan setengah hati oleh PBB, sementara masyarakat internasional tidak peduli. Padahal masalah dunia, masalah internasional. memang diplomasi preventif tradisional telah dilakukan, tapi tindakan tersebut belum mencukupi.
7.      Diplomasi sumber daya
Sumberdaya bahan-bahan mentah penting seperti batu bara, besi, minyak, uranium, dan sebagainya memainkan peranan penting dalam perkembangan industri. Bahan-bahan itu juga banyak mendukung pertambahan kekuatan suatu negara. Inilah sebabnya mengapa kompetisi terus-menerus terjadi untuk mendapatkan penguasaan atas daerah-daerah yang banyak mempunyai bahan-bahan ini. Diplomasi sumberdaya dapat diterapkan oleh negara-negara yang mempunyai bahan-bahan tersebut. Negara-negara yang kuat dan maju dalam industri mereka bisa lebih memperkuat kemampuan industri dan militernya dengan memanfaatkan sebaik-baiknya sumberdaya ini. Tetapi bagi negara yang belum maju dalam bidang industri ini, mereka bisa berusaha memperoleh keuntungan dari negara-negara industri yang membutuhkan bahan-bahan ini. Seperti negara-negara penghasil minyak telah bisa membentuk sebuah front melalui OPEC. Sehingga negara-negara penghasil minyak telah berhasil memperoleh banyak pengaruh terhadap negara-negara lain termasuk negara-negara yang sangat maju yang tidak punya deposit minyak yang cukup di bumi mereka. Kedudukan penting minyak dalam operasi ekonomi industri modern dan dalam melanjutkan peperangan dengan sukses tak usah diragukan lagi. Beberapa negara industri maju telah menyimpan minyak mereka sediri. Negara-negara lain seperti Jepang, negara-negara Eropa Barat dan yang lainnya terutama tergantung pada minyak impor.
Negara-negara Timur Tengah menghasilkan minyak dalam jumlah besar. Negara-negara di wilayah ini lemah dan rata-rata belum maju. Oleh karena itu, negara-negara kuat mampu memegang kendali terhadap mereka. Rivalitas negara besar meyakinkan hal ini. Pada awal desember 1919, sebuah laporan yang disimpulkan dari sebuah konferensi Inggris-Perancis tentang Eropa Timur dan Timur Tengah diserahkan kepada Perdana Menteri Clemenceau ‘Ia yang menguasai minyak menguasai superpower’. Lebih dari enam puluh tahun konferensi sejak konferensi itu diadakan tetapi politik penguasaan daerah kaya minyak ini masih tetap berlaku dalam tujuan politik luar negeri negara-negara kuat. Sesudah masa Perang Dunia II pergulatan diplomatik terjadi mengenai penguasaan minyak Iran. Tak lama sesudah perang Uni Soviet berusaha untuk memperoleh konsensi minyak Iran. Cukup lama Inggris menguasai sumber minyak Iran. Pada tahun 1951, pemerintah Iran menyatakan nasionalisasi kekayaan pertambangan dan penyulingan milik Perusahaan Inggris-Iran. Nasionalisasi itu menyebabkan krisis diplomatik yang akut. Inggris berusaha untuk menekan Iran agar menunda nasionalisasi. Tetapi Iran tetap pada pendiriannya. Kesulitan ekonomi pun dimulai diakibatkan diberhentikannya sumber minyak dan tekanan kekuatan-kekuatan reaksioner dalam dan luar negeri menimbulakan krisis yang menyebabkan jatuhnya Mossdeq, perdana menteri yang memimpin revolusi minyak. Sesudah peristiwa ini penagruh Amerika meningkat dengan cepat di Iran dan bertahan sampai lama dan mengurangi serta menghilangkan pengaruh Inggris dan Rusia di negara itu. Untuk sementara Amerika dapat menciptakan dominasi yang lebih besar terhadap minyak Timur Tengah.
Perang Yom Kippur tahun 1973 pada saat negara-negara Arab melakukan embargo ekspor minyak. Dilakukan untuk menghukum negara-negara Barat. Negara Arab dan non Arab yang memproduksi minyak menaikkan harga mereka secara drastis dan karenanya memperparah krisis energy dan menciptakan suatu perubahan besar dalam hubungan ekonomi antara negara-negara maju dengan negara-negara penghasil minyak yang sedang berkembang. Sekarang ini negara-negara OPEC menguasai lebih dari Sembilan puluh dua persen penambangan bahan bakar minyak di wilayah mereka dibandingkan  dengan dua puluh dua persen pada tahun 1973. Negara-negara OPEC menaikkan harga minyak dengan cukup tinggi sehingga meningkatkan pendapatan tahunan mereka dengan pesat. Negara-negara OPEC juga menanamkan modal mereka dalam jumlah besar di negara-negara berkembang atau memberi mereka pinjaman dengan jumlah besar. Dengan begitu minyak, emas cair, memainkan peran vital dalam diplomasi internasional. Inilah sebabnya mengapa dalam arena diplomatik dunia sekarang minyak memainkan peranaan penting dan diplomasi minyak telah menjadi bagian proses diplomatik yang terkenal. Oleh sebab itu, perlu sekali untuk kita melihat seberapa jauh negara-negara ini, mengikuti contoh OPEC, bisa bergabung tawar menawar secara kolektif untuk menaiki harga komoditi ini.
INSTRUMEN DIPLOMASI
Suatu negara bisa mencapai tujuan-tujuan diplomatiknya melalui berbagai macam cara. Menurut Kautilya, diplomasi bisa dilakukan dengan penerapan satu atau kombinasi beberapa prinsip dari empat prinsip utama instrumen diplomasi yaitu sama, dana, danda, dan bedha- perdamaian atau negosiasi, member hadiah atau konsesi, menciptakan perselisihan, mengancam atau menggunakan kekuatan nyata.Tiga model dalam rangka mencapai tujuan diplomatik, yaitu cooperation (kerjasama), accommodation (penyesuaian), dan opposition (penentangan).Kerjasama dan penentangan bisa dicapai dengan negosiasi yang membuahkan hasil. Apabila negosiasi gagal mencapai tujuan melalui cara damai, penentangan dalam berbagai bentuk termasuk penggunaan kekuatan diambil sebagai ganti. Ini bisa dianggap sebagai sarana penting yang dipakai oleh diplomasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan (Roy 1991).
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari review di atas bahwa salah satu fungsi diplomasi adalah negoisasi. Diplomasi juga mempunyai ruang lingkup menyelesaikan perbedaan-perbedaan dan menjamin kepentingan dari setiap negara melalui negoisasi yang sukses. Diplomasi dilakukan untuk mencapai tujuan sesuai yang diharapkan, salah satu tujuan diplomasi adalah melindungi kepentingan nasional suatu negara. Untuk mencapai tujuan itu terdapat banyak tipe-tipe diplomasi sebagai suatu cara  yang dapat digunakan dalam diplomasi, yaitu Diplomasi komersial bisa kita sebut sebagai diplomasi melalui ekonomi, yaitu diplomasi komersial yang dikaitan dengan faktor ekonomi. Saat ini kekuatan suatu negara semakin besar tergantung pada sumberdaya ekonominya, Diplomasi Demokratis di sembarang demokrasi penguasa yang berdaulat ditetapkan  dalam wakil-wakil rakyat yang dipilih, Diplomasi Totaliter, negara-negara totaliter mempunyai kecenderungan yang tetap. Mereka biasanya menggunakan sikap agresif dalam menghadapi lawannya. Dalam hubungan diplomatiknya mereka menunjukkan kekuatannya, Diplomasi konferensi Diplomasi ini muncul secara bertahap menjadi model mulai awal abad ke-20. Sebagai contoh Konferensi Hague pada tahun 1899 dan 1907. Sejak Perang Dunia I bahwa jenis diplomasi ini mulai memainkan peranan penting dalam hubungan internasional, Diplomasi diam-diam  Diplomasi ini sengaja dilakukan secara diam-diam tanpa publikasi terlebih dahulu, sampai ketika dirasa aman dalam mencapai kesepakatan, barulah hal ini dipublikasikan, Diplomasi preventif merupakan fungsi penetral untuk dijalankan sejauh mungkin oleh negara-negara yang sikap tidak memihaknya dalam perang dingin diimbangi oleh komitmen untuk membuat PBB sebagai penyeimbang hubungan internasional yang efektif dalam era perang dingin, Diplomasi sumberdaya dapat diterapkan oleh negara-negara yang mempunyai sumber daya alam yang besar. Negara-negara yang kuat dan maju dalam industri mereka bisa lebih memperkuat kemampuan industri dan militernya dengan memanfaatkan sebaik-baiknya sumberdaya ini. Jadi dalam tipe-tipe dan instrumen diplomasi yang sudah dijelaskan menekankan cara yang lebih damai untuk mempengaruhi suatu negara dalam membuat kesepakatan dan negoisasi terhadap negara lain.

SUMBER
·         Roy, S.L. 1991. Diplomasi. Rajawali, Press. Jakarta.

·         Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi Antara Teori dan Praktik.Yogyakarta; Graha Ilmu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar